JAKARTA – Hasil riset Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menempatkan Partai Golkar diurutan teratas partai terkorup membuat kader partai beringin berang. Bahkan mereka balik menuding bahwa survey ICW itu bernuansa pesanan. “Korupsi kok lihat asal-usul jadi aneh. Kalau menyebut parpol, berarti tujuannya politik,” kata Wakil Sekjen Partai
Golkar, Lalu Mara Satria Wangsa di Jakarta,Jumat, (28/12).
Lebih jauih Lalu Mara sangat menyayangkan laporan ICW yang menyebut nama asal-usul parpol. Karena hal itu bisa dikaitkan dengan kepentingan politik. Padahal Partai Golkar konsisten pada upaya pemberantasan korupsi. “Tindak pidana korupsi itu harus diberantas.
Tidak usah pandang bulu, Karena itu Partai Golkar konsisten dan tegas mendukung upaya pemberantasan korupsi,” tambahnya. Bahkan menurut Lalu Mara, laporan ICW ini juga dinilai bernuansa “pesanan”.
Karena tak beda jauh dengan pernyataan salah satu pimpinan parpol dan cenderung menyudutkan. “Laporan ICW itu seperti menyesuaikan dengan isi pidato Ketua Dewan Pembina salah satu parpol beberapa waktu lalu yang di muat di berbagai media. Jadi tidak
heranlah, laporannya mengada-ada,” paparnya.
Dari kajian ICW itu, Partai Golkar menempatkan urutan pertama dari daftar kader parpol yang terjerat korupsi sepanjang tahun 2012 ini. Posisi kedua, ditempati kader dari Partai Demokrat. “Kader Golkar paling banyak terjerat korupsi dengan 14 kader. Posisi kedua Partai Demokrat dengan 10 kader,” kata peneliti korupsi politik ICW, Apung Widadi di Jakarta,Jumat, (28/12).
ICW mencatat terdapat 52 kader parpol yang terjerat kasus korupsi. Mereka yang terjerat duduk sebagai anggota dewan ataupun kepala daerah. Posisi ketiga ditempati PDI Perjuangan dan PAN dengan total 8 kader yang terlibat korupsi. Kemudian PKB (4 kader), Gerindra (3 kader) PKS dan PPP (2 kader). “Kenapa politisi mudah terjerat korupsi? Itu terjadi ketika politisi memanfaatkan kekuasaan dengan menyalahgunakan kewenangannya,” jelasnya.
Menurut Apung lagi, menjelang Pemilu 2014, korupsi di sektor politik diprediksi meningkat. “Ini untuk pendanaan Pemilu,” sebutnya.
Karena itu konsentrasi kerja anggota dewan ataupun kepala daerah berlatar belakang parpol pada tahun 2013 akan terpecah. “Bukan hanya melayani publik dengan fungsi-fungsinya, tapi anggota DPR khususnya lebih cenderung menabung donasi untuk pencalegan,” imbuhnya.
Kemarin, Wakil Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI Laode Ida juga memperkirakan korupsi politik akan semakin marak pada tahun 2013 nanti. Para pejabat politik akan sibuk dengan persiapan “mengamankan posisi” pasca 2014, dengan cara-cara mengumpulkan dana dengan memanfaatkan jabatan dan kewenangan yang dimiliki. “Korupsi politik itu akan semakin massif melakukan perusakan terhadap moralitas masyarakat, karena “hasilnya” akan dibagi pada rakyat untuk memperoleh dukungan politik tahun 2014 nanti,” katanya
Laode menyayangkan hingga saat ini belum ada aksi berarti yang dilakukan aparat penegak hukum untuk menindaklanjuti putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang memberi mandat pada aparat penegak hukum (Polisi dan Kejaksaan) untuk memeriksa langsung pejabat kepala di daerah (Gubernur, Walikota dan Bupati) tanpa perlu terlebih dahulu meminta
ijin dari Presiden seperti aturan sebelumnya. Senator asal Sulawesi Tenggara (Sultra) itu mengungkapkan belum ada akselerasi penanganan para pejabat daerah yang terindikasi korupsi. “Akibatnya kian menimbulkan skeptis atau tanda tanya tentang keseriusan untuk memenuhi janji politik memberantas korupsi di negeri ini,” pungkasnya. (cea/abe)