JAKARTA,koranmadura.com-Pemerintah berencana membatalkan kebijakan sehari tanpa bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi yang sedianya akan dilaksanakan pada Minggu, 2 Desember 2012.
Upaya menganulir rencana ini terkait dengan penilaian pemerintah bahwa kebijakan itu terkesan memaksa masyarakat untuk menggunakan Pertamax.
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Rudi Rubiandini mengatakan, pemerintah tidak bisa memaksa masyarakat melalui kebijakanmembatasi penggunaan BBM bersubsidi. Namun,lanjut Rudi, pemerintah berharap agar masayarakat kelas menengah ke atas memiliki kesadaran untuk menggunakan BBM nonsubsidi.
“Kalau kelompok masyarakat kaya menyadari untuk tidak menggunakan BBM bersubsidi, maka tidak akan ada pembatasan,” kata Rudi di Jakarta, Rabu (28/11).
Sebelumnya, rencana pemerintah yang akan meluncurkan kebijakan sehari tanpa BBM bersubsidi bertujuan untuk mengendalikan volume Premium agar tidak melampaui kuota yang telah ditetapkan dalam APBN Perubahan 2012 sebesar 44,04juta kiloliter.
Rudi meyakini, kuota BBM bersubsidi yang telah disepakati bersama antara pemerintah dan DPR tersebut akan mampu memenuhi kebutuhan kelompok sasaran di 2012.
Asalkan, lanjut dia, selama kurun satu bulan ke depan pengguna mobil mewah tidak lagi menggunakan Premium.
“Kami berharap mereka (pemiliki mobil mewah) bisa berempati kepada kelompok masyarakat yang seharusnya mendapatkan subsidi. Mohon ada kesadaran moral bagi para pemilik kendaraan mewah, agar dalam sebulan ini tidak memakai Premium. Kami tidak bisa memaksa,hanya mengimbau saja,” paparnya.
Rudi menambahkan, belakangan pemerintah juga tengah merencanakan untuk meniadakan pasokan Premium di Stasiun Pengisian Bahan Bakar Umum (SPBU) disekitar kawasan elit.
“Kalau bisa, ini akan diberlakukan selamanya, karena akan lebih baik,” ujarnya.
Sementara itu, Wakil Direktur ReforMiner Institute, Komaidi Notonegoro mengungkapkan, apabila pemerintah tidak melakukanpengaturan terhadap BBM bersubsidi secara tepat maka diyakini kuota yang tersedia saat ini tidak akan mencukupi.
“Ini merupakan keputusan yang sulit, karena waktunya tinggal sedikit lagi. Jalan yang paling rasional adalah menambah kuota,” katanya.
Sejauh ini, kata Komaidi,di atas kertas upaya pengaturan BBM bersubsidi oleh BPH Migas terbilang cukup baik, namun realisasinya belum tentu sejalan dengan yang diharapkan.
“Jangan sampai rencana yangada justru akan lebih banyak mengeluarkan biaya,dibandingkan dengan harus menambah kuota Premium,” katanya.
Menurut dia, selama ini masyarakat enggan menggunakan BBM non-subsidi karena disparitasnya yang terlalu lebar dengan Premium.
“Kalau disparitas harga BBM bersubsidi dengan nonsubsidi tidak terlalu jauh, tentunya konsumsi BBM dimasyarakat akan lebih baik lagi,” katanya. (bud/abe)