JAKARTA – Sejumlah kalangan di tanah air terus mendesak Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) agar melakukan reshuffle kabinet pasca mundurnya Andi Mallarangeng dari jabatan Menteri Pemuda dan Olahraga (Kemenpora). Namun tanpa disesak sekalipun, Presiden SBY sebetulnya sudah data akurat tentang rekam jejak anggota kabinet yang kinerjanya tidak maksimal. “Presiden sudah sangat paham betul kementerian mana dan menteri mana yang belum maksimal kerjanya dan tidak cepat tanggap merespons aspirasi masyarakat dan perintah/arahan presiden,” kata Sekjen PDI Perjuangan Tjahjo Kumolo di Jakarta, Jumat, (28/12).
Kendati demikian, sebaiknya presiden SBY melakukan reshuffle secepatnya bersamaan dengan mundurnya Andi Mallarangeng. Langkah ini penting agar tak kehilangan momentum. “Momentum reshuffle kabinet sekaligus sambil mengisi jabatan Menpora yang kosong,” tambahnya. Diakui Tjahjo, presiden pastilah sudah mendapatkan cukup laporan dari Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4). Presiden juga bisa menggunakan perangkat negara lain untuk memantau kinerja menteri. “Data dari UKP4 yang dipimpin Kuntoro tentang rapor kinerja kabinet kan rutin disampaikan ke presiden.
Presiden juga bisa memanfaatkan BIN untuk memonitor kinerja menteri-menterinya,” terangnya
Pada akhirnya hanya Presiden SBY yang berhak mengambil keputusan menyangkut reshuffle kabinet. Tentu saja dengan pertimbangan untuk mensukseskan pemerintahan di sisa kekuasaan SBY. “Sekarang terpulang kepada Presiden yang katanya pilihan rakyat, mau apa tidak melakuan perbaikan-perbaikan kinerja kabinetnya. Waktu tinggal 2 tahun yang nantinya masyarakat Indonesia akan menilai bagaimana hasil Presiden SBY selama 10 tahun memimpin Pemerintahan yang katanya untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat,” imbuhnya
Di tempat terpisah, Ketua Fraksi PPP, Hasrul Azwar mengakui desakan reshuffle dari sejumlah pihak menguat, tapi kepastian perombakan itu menjadi hak preogatif presiden. “Kita tidak pada posisi untuk mendorong reshuffle, hanya menunggu. Itu posisi PPP, karena PPP tidak boleh minta jabatan, itu dilarang oleh sumpah,” ungkapnya.
Menurut mantan Ketua Komisi VIII DPR ini, hingga saat ini belum ada pembicaraan reshuffle kepada PPP baik oleh presiden maupun dalam Setgab. Namun PPP menilai, partai sudah menyerahkan soal reshuffle ini sebagai hak preogatif presiden. “Kita belum ada diajak bicara tentang
reshuffle, belum,” ujarnya. Lebih jauh kata Hasrul, PPP memahami reshuffle merupakan hak presiden.
Jadi tidak mungkin PPP melakukan intervensi. “Kami telah tegaskan reshuffle itu hak preogatif presiden, presiden yang akan mengangkat dan memberhentikan menteri dan pembantunya kami nggak ikut. Mau diangkat atau nggak terserah presiden,” jelasnya.
Dikatakan Hasrul, meski telah keluar hasil evaluasi dan rekomendasi
dari UKP4 dan Wantimpres soal kinerja Kementerian dalam KIB II, hanya presiden yang akan menindaklanjuti kaitan dengan reshuffle. Partai tidak dalam mengevaluasi kementerian lalu mendorong supaya dilakukan reshuffle. “Itu hak presiden untuk melakukan evaluasi, tidak ada hak
kita untuk evaluasi KIB. Itu hak user dalam hal ini Presiden SBY, “pungkasnya. (cea/abe)