SAMPANG – Pengamat politik Tamsul Roohil menganggap pihak yang berjuang sampai ke Mahkamah Konstitusi menandakan dirinya sebagai petarung. Menurut dia, politisi tersebut tidak akan pernah puas dengan hasil yang diterima karena selalu menginginkan lebih dari yang diterima.
Tamsul menjelaskan, kasus pemilukada Sampang sebenarnya telah final versi KPU. Tetapi ada pihak yang tidak puas karena selisih kemenangannya tidak terlampau jauh. Tipisnya angka kekalahan ini yang memicu adrenalin bagi pihak yang tidak puas dengan kemenangan Al Falah (Fannan Hasib – Fadhilah Boediono).
Menurut Tamsul, menggunggat atau tidak menggugat adalah hak segala bangsa. Dia tidak ingin rakyat menjadi korban. Misalnya, pihak yang tidak puas dengan kenyataan pemilukada memiliki kecendrungan untuk mencari kambing hitam. Seolah-olah, kekalahan yang dihadapi bukan karena timnya yang kurang maksimal. Melainkan, pihak yang tidak puas melimpahkan kekeliruan politik itu kepada pihak lawan.
Menyikapi kekecewaan ini, Tamsul menilai gugatan ke Mahkamah Konstitusi akhir-akhir ini hanya sekedar mengundi nasib. Padahal, pihak yang kecewa sudah mengetahui dirinya sebagai pihak yang kalah. Dia mendengar sengketa pemilukada di MK berjumlah ratusan kasus. Tetapi dari ratusan kasus yang masuk ke MK yang dianggap layak untuk disidangkan tak lebih dari 9 persen. Mantan aktivis ini mengumpamakan, dalam 100 kasus sengketa pemilukada hanya 9 kasus yang lolos sebagai perkara yang layak disidangkan.
Pria berambut gondrong ini meminta pemerintah mendesain formulasi pemilukada yang minim sengketa. Sebab, sistem pemilukada yang sudah berjalan pasca reformasi ini membuka peluang bagi pasangan yang kalah untuk menggugat dengan alasan yang bisa dibuat atau sengaja dibuat-buat untuk meraih kemenangan. Selain itu, pemerintah harus membuat lembaga peradilan politik agar sengketa politik ini dialili dalam ruang hukum yang khusus. “Capek juga kan kalau pemilukada tidak selesai-selesai. Padahal inti pemilukada bukan hanya memilih bupati dan wakil bupati,” dia menegaskan.
Pada kasus pemilukada di Madura yang digelar 12 Desember 2012 (Sampang dan Bangkalan) dan 9 Janauri 2013 (Pamekasan), semua pemilukada yang sudah selesai itu dianggap bermasalah oleh pasangan calon yang kalah. Dalam 240 juta warga negara, dia yakin ada sebagian diantaranya yang kompeten untuk membuat regulasi pelaksanaan pilkada yang kreatif dan inovatif. “Harus ada tokoh yang bisa mencari jalan keluar dari masalah berkepanjangan soal pemilukada ini,” dia mengakhiri pembicaraan. (abe)