SIDOARJO – Sejumlah perwakilan yang mewakili 21 pedagang kios Terminal Larangan ngelurug ke kantor Dewan, Rabu (2/1). Mereka memprotes kenaikan sewa kios di wilayah tersebut yang dinilai terlalu mahal.
Berdasarkan Perda No 3/2011 tentang Penyelenggaraan Terminal Penumpang tertanggal 19 Mei 2011, biaya sewa kios di Terminal Larangan yang semula Rp 750 ribu untuk lima tahun naik menjadi Rp 4,5 juta untuk tiga tahun atau Rp 1,5 juta per tahun. Kenaikan ini dinilai terlalu mahal bagi pedagang di terminal Pasar Larangan.
’’Yang kami permasalahkan sebenarnya bukan Perdanya, tapi proses lahirnya Perda itu. Selain tidak ada sosialisasi sebelum Perda disahkan, kenaikannya terlalu tinggi dari Rp 750 ribu untuk lima tahun menjadi Rp 1,5 juta per tahun itu kan kenaikannya 1.000 persen,’’ ujar Slamet, juru bicara salah satu pedagang.
Menurut mereka, harga sewa kios yang ditetapkan melalui Perda ini sangat mencekik jika dibandingkan dengan biaya sewa kios di Pasar Larangan yang hanya Rp 1 juta per kios per tahun. ’’Harganya terlalu mahal jika dibandingkan dengan harga sewa kios di Pasar Larangan. Padahal, pembelinya lebih rame disana (Pasar Larangan, Red),’’ ungkap Misbachul Munir, salah satu pedagang yang ditemui Rabu (2/1).
Apalagi, saat para pedagang ingin memperpanjang kontrak akhir 2010 lalu ditolak oleh pihak UPT Terminal Larangan dengan alas an pergantian koordinator UPT. ’’Yang membuat kami kecewa adalah saat kami mau memperpanjang kontrak sewa kios malah ditolak. Padahal harus biaya sewa yang ditarik berlaku surut,’’ lanjut Slamet.
Selain biaya sewa kios, pedagang juga dibebani pungutan-pungutan lain. Seperti, retribusi kebersihan Rp 3.000 per hari, keamanan Rp 20 ribu – 40 ribu per bulan. Kondisi ini makin diperparah dengan menurunnya jumlah penumpang terminal hingga 60 persen yang berimbas pada menurunnya penghasilan pedagang setempat.
’’Masalahnya jualan disini sekarang sudah nggak seberapa laku dibandingkan dulu. Penghasilan kami menurun drastis 2 tahun ini,’’ sambung ketua koordinator pedagang Terminal Larangan, Martin.
Saat hal ini dikonfirmasi kepada koordinator UPT Terminal Larangan, Nadir, berkilah jika telah menagih pembayaran sewa kios selama 2011-2012 sesuai tariff Perda. ’’Tidak betul kalau dikatakan pembayaran perpanjangan sewanya ditolak sebelum ada Perda. Justru para pedagang disini susah kalau ditagih sewa kios sejak 2011 hanya 2 pedagang yang aktif membayar sendiri sewa kiosnya. Lainnya pasif, harus ditagih dulu baru bayar. Itupun belum ada yang bayar sampai sekarang,’’ tepis Nadir.
Menurutnya, di Terminal Larangan itu terdapat 41 kios yang disewa oleh 22 pedagang, empat diantaranya tidak terisi. Tiga kios diantaranya telah dibayar sesuai tarif Perda, sedangkan lainnya menunggak sejak 2011. (yun)