SAMPANG – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sampang, Firman Pria Abadi, membantah institusinya telah mengabaikan kesehatan pengungsi Syiah korban tragedi kemanusiaan yang kini tinggal di gedung olahraga (GOR) Wijaya Kusuma. “Tidak benar kami mengabaikan kesehatan pengungsi,” kata Firman Pria Abadi, Kamis sore.
Firman mengemukakan hal ini membantah tudingan para pengungsi Syiah dan relawan kemanusiaan dari Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia yang menyatakan bahwa Dinkes Sampang tidak peduli terhadap kesehatan pengungsi, sehingga menyebabkan mereka terserang demam berdarah dan kekurangan gizi.
Menurut dia, pelayanan kesehatan terhadap pengungsi telah dilakukan. Hanya saja sistem yang diterapkan berbeda, dan Dinkes tidak lagi membuat posko kesehatan di lokasi pengungsian, karena masa tanggap darurat telah dicabut.
“Kalau masa tanggap darurat dicabut, maka status pengungsi itu sama dengan masyarakat umum,” kata Firman.
Oleh karenanya, sambung dia, Dinkes juga membubarkan posko layanan kesehatan yang sebelumnya berada di lokasi pengungsian di dalam GOR Wijaya Kusuma Sampang.
Akan tetapi, sambung Firman, pembubaran posko kesehatan itu, tidak berarti layanan kesehatan kepada pengungsi juga dicabut. Mereka tetap bisa memanfaatkan layanan kesehatan ke berbagai pusat layanan kesehatan yang ada di Sampang, baik di puskesmas maupun di rumah sakit.
“Pengungsi miskin itu kan punya jamkesmas. Jadi bisa memanfaatkan kartu layanan kesehatan itu untuk berobat,” kata Firman.
Bagi warga Syiah yang tidak memiliki kartu jamkesmas, Firman mengatakan akan mendapatkan surat keterangan tidak mampu dari Dinkes Sampang, sehingga tetap bisa mendapatkan layanan kesehatan secara gratis.
Firman juga membantah mengharuskan kepada pengungsi untuk membayar di saat mereka memeriksakan kesehatan kepada puskesmas dan rumah sakit di Sampang. “Hanya yang kami tekankan kepada para pengungsi itu bersikap aktif karena saat ini status mereka sama dengan masyarakat umum,” katanya.
Yang dimaksud dengan aktif, sambung dia, para pengungsi itu, perlu datang secara langsung ke pusat-pusat pelayanan kesehatan yang ada di Sampang, bukan minta didatangi petugas.
Mengenai adanya serangan penyakit demam berdarah sebagaimana dirilis relawan kemanusiaan dari Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia sebelumnya, Firman menjelaskan, sampai saat ini pihaknya belum menerima laporan.
Ia juga mengaku belum mengetahui adanya serangan penyakit demam berdarah terhadap para pengungsi Syiah korban kemanusiaan Sampang yang saat ini tinggal di GOR Wijaya Kusuma.
Sebelumnya Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Pemkab Sampang Imam Sanusi menjelaskan penanganan pengungsi Syiah sebagai korban kemanusiaan yang kini tinggal di gedung olahraga (GOR) Wijaya Kusuma itu terbengkalai, karena pemkab sendiri kekurangan dana.
“Saat ini kan transisi tahun anggaran dari tahun 2012 ke tahun anggaran 2013. Jadi, kas daerah tentunya kosong,” kata Imam Sanusi.
Berbeda dengan pengakuan Kepala Dinkes Firman Pria Abadi, kepala BPBD Imam Sanusi membenarkan tentang kondisi pengungsi Syiah yang dilaporkan relawan kemanusiaan dari Medical Emergency Rescue Committee (MER-C) Indonesia, bahwa kondisinya kini sangat memprihatinkan.
Warga Syiah yang menjadi korban tragedi kemanusiaan di Sampang yang kini tinggal di lokasi pengungsian itu mencapai 200 orang lebih, terdiri dari laki-laki, perempuan, tua dan muda, serta anak-anak.
Dua diantara para pengungsi ini, sedang dalam kondisi hamil, bernama Nyonya Sahrul dengan usia kandungan delapan bulan, dan Maidi dengan usia kandungan sembilan bulan.
Kedua ibu hamil ini, menurut relawan MER-C, Abd Kadir, juga kekurangan gizi, dan tidak bisa memeriksakan kehamilannya secara rutin ke rumah sakit, karena tidak memiliki cukup uang. (ant/rah)