Sedikit demi sedikit akhirnya jadi bukit. Ungkapan pepatah itu memotivasi kaum hawa Gapura melakukan gerakan penghematan beras melalui program dumbu’an beras (jimpitan beras). Sesendok beras memang tidak cukup berarti. Namun, apabila dilakukan setiap hari atau bahkan setiap kali akan memasak hasilnya cukup berarti.
Hasil sesendak beras yang dijimpit tiap hari atau tiap kali akan memasak dalam seminggu minimal sudah bisa mengumpulkan satu gelas beras, bahkan lebih. Tanpa merasa terbebani, dalam seminggu sudah berhasil menghemat satu gelas beras.
Isnaini (28), salah satu contohnya. Hampir satu tahun setengah sejak PAC Fatayat dan Muslimat NU Gapura, Sumenep, melaksanakan program dumbu’an beras, dirinya berserta anggota yang lain, setiap kali akan memasak menyisakan satu sendok makan beras. Ia menyediakan wadah khusus di samping tempat pengambilan beras untuk memudahkan melakukan dumbu’an beras tiap kali akan memasak.
Menurut anggota Fatayat asal Dusun Pangabasen Desa Gapura Timut itu, bahkan sebagian temannya di Fatayat tak hanya menjumpit tiap kali akan memasak. “Ada yang adumbu’ (menjimpit) tiap kali ada keperluan untuk mengambil beras, seperti mau melayat dan menyumbang pernikahan.”
Namun, bukan lantas tidak ada yang melakukan jumpitah hanya satu kali dalam sehari. Tapi, karena dilakukan secara konsisten setiap hari dalam seminggu beras yang berhasil dihemat juga cukup lumayan.
Beras yang telah dijimpit dikumpulkan kepada pengurus ranting bersamaan dengan pertemuan rutin masing-masing Fatayat dan Muslimat. Dan setiap dua pekan atau sebulan sekali, pengurus rating dari masing-masing desa yang bertanggung jawab atas program tersebut mengumpulkan hasil beras yang telah diuangkan kepada pengurus anak cabang Gapura.
Ketua Ranting Fatayat Gapura Timur, Hj. Sri Ruhaidah menceritakan, dalam satu bulan rantingnya minimal menghasilkan dua gantang beras. Setiap gantang biasanya dijual Rp. 22.000, lebih murah dari harga pasaran yang mencapai Rp. 25.000.
Program yang dilakukan anggota Fatayat dan Muslimat NU Gapura ini tak hanya mendapatkan dukungan dari kaum ibu-ibu. Keluarga dari anggota Fatayat dan Muslimat NU yang mengikuti program ini juga merasa senang dan riang. Menurut H. Hamdani, dumbu’an beras kesempatan baginya untuk membantu meringankan kebutuhan orang lain.
“Saya sangat mendukung istri setiap kali akan memasak menyisakan sedikit beras, yang saya rasa kurang berharga karna cuma satu sendok makan. Tapi, ternyata sangat berharga kalau dilakukan secara bersama-sama. Hitung-hitung sebagai sedekah keluarga,” tutur suami Bukhairiyah (40).
Masfiyah (42), sejak bergabung dengan kegiatan dumbu’an beras setiap bulan berhasil menyisakan empat gelas beras. Empat gelas beras hampir setara dengan satu liter. Memang tidak seberapa jika hanya dilakukan satu keluarga. Tapi jika dilakukan 1.000 orang, dalam sebulan setidaknya telah melakukan penghematan satu ton beras.
Data PAC Fatayat Gapura menunjukkan, se-Kecamatan Gapura ada 13 ranting Fatayat. Masing-masing ranting Fatayat anggotanya 35, 50 hingga 100 orang. Sedangkan Muslimat, dari 17 desa di Kecamatan Gapura ada 8 ranting yang aktif. Masing-masing ranting anggotanya juga cukup beragam, mulai dari 30 hingga 70 orang.
Dumbu’an beras sendiri sudah berlangsung sejak Juli 2011. Hasil beras yang telah diuangkan mencapai jutaan rupiah. Uang yang telah dihasilkan dikelola oleh Tim 9, sebutan tim khusus yang mengelola keuangan beras jimpitan anggota Fatayat dan Muslimat NU.
Menurut Fithratul Qayyimah, anggota Tim 9, uang tersebut akan dikelola untuk mewujudkan balai pengobatan alami (BPA). Sejak Mei 2012 sudah dilakukan penanaman tanaman obat di lahan milik Ketua Muslimat Anak Cabang Gapura, di Desa Mandala.
“Adanya BPA, jamaah Fatayat dan Muslimat dapat membantu memberdayakan masyarakat dalam sektor kesehatan.”
Beras hasil jimpitan selain digunakan untuk membiayai penanaman tanaman obat, menurutnya, disalah satu ranting Fatayat dan Muslimat di Gapura ada yang digunakan untuk membantu pembangunan masjid.
Adumbu’ Banni Ngolak
Tim 9 yang dibentuk PAC Fatayat dan Muslimat NU Gapura saat ini sudah mulai merasakan hasil jerih perjuangan kegiatan dumbu’an beras yang tidak lepas dari kendala dan rintangan. Rp. 8 juta hasil jimpitan beras yang telah diuangkan patut diapresiasi. Namun, Fithratul Qayyimah merasa belum puas dengan hasil angka itu.
Dirinya berharap, anggota program dumbu’an beras lebih giat lagi. Pasalnya, saat ini anggota kurang telaten dan sering lupa untuk melakukan jimpitah, sehingga ketika waktunya membawa beras langsung mengambil begitu saja (ngolak) bukan menjimpit (banni adumbu’).
“Itu tidak baik. Kegiatan ini tujuannya bukan hanya sekedar untuk mengumpulkan beras, tapi juga bagaimana melatih keistiqamahan (konsistensi) dan kesabaran,” jelas Fithratul Qayyimah.
Ia bercerita, suatu hari pernah ditelfon salah seorang pengurus ranting penaggung jawab pengumpulan beras tersebut. Pengurus itu menceritakan, salah seorang anggotanya menyerahkan uang sebagai ganti dari jimpitan. “Dengan tegas saya katakan, tolak,” ceritanya.
Tak hanya itu, kepada pengurus yang ada di ranting, jika ada anggota yang mengetahui beras yang dikumpulkan bukan hasil jimpitan, ia memerintahkan untuk mengembalikan kepada pemiliknya.
Ia meminta, anggota lebih giat lagi mengikuti program tersebut dengan cara yang jujur. Menurutnya, belakangan ini sebagian anggota malas untuk menjimpitnya sehingga ketika hendak mengumpulkan langsung mengambil begitu saja. Selain itu, juga kualitas beras yang semakin tidak bagus.
Ketika kelak program jangka panjang, adanya balai pengobatan alami, terwujud dan bisa membantu msayarakat umum, program jimpitan beras baru bisa dikatakan sukses sesuai dengan jargonnya: “Dumbu’ Berrassa, SopreBberkatta”.