SUMENEP – Generasi muda sudah tidak mencintai negerinya sendiri. Sebab, negara sudah tidak peduli terhadap masyarakatnya. Akibatnya, warga negara lebih suka terhadap bangsa lain karena dianggap lebih memeprhatikan masyarakat Indonesia.
Itulah kesimpulan dari pembedah film Tanah Surga, Abrari Alzael. Pemimpin redaksi Koran Madura itu berbicara saat membedah film tersebut di auditorium Instika, Guluk-guluk kemarin. Pria yang akrab di sapa Abe itu menilai film Tanah Surga setara dengan film Langitku Rumahku besutan Slamet Rahardjo beberapa tahun lalu.
Abe menjelaskan, film Tanah Surga sebentuk kenyataan dimana orang Indonesia berlajar menertawakan dirinya sendiri. Sebab, di film ini warga Indonesia lebih memilih tinggal di Malaysia dan hidup di sana dengan istri asal Malaya pula. Sedangkan tanah kelahirannya, Indonesia, ditinggalkan karena dianggap tidak lagi memberikan penghidupan.
Selain itu, film tersebut memperontonkan kenyataan warga negara di Kalimantan Barat yang berbatasan dengan Malaysia yang tidak suka Indonesia. Ini ditampilkan antara lain dengan menjadikan bendera Indonesia sebagai alas barang dagangan. Suatu benda yang terhormat untuk tempat yang tidak terhormat. “Film ini fakta meski kejadiannya tidak sama persis tapi itu real,” Abrari membeber isi film.
Dia menambahkan, film tersebut mengajak warga negara untuk kembali kepada kesejatian warga yang mencintai tanah airnya. Semangat ini diperankan sangat baik oleh Fuad Idris yang berperan sebagai Kakek didukung Osa Aji Santoso yang berperan sebagai Salman. Dua orang ini dalam lakon Tanah Surga membela nasionalisme yang dimatikan oleh warga republiken “Sadar atau tidak, warga Indonesia lah yang menjadikan negerinya tak dicintai penduduknya sendiri,” dia menandaskan dalam acara yang digelar BEM Instika ini.
Film Tanah Surga berdurasi 97 menit dimainkan oleh Osa Aji Santoso, Deddy Mizwar, Andre Dimas Apri, Ringgo Agus Rahman, Andriyanus Riyan, Anisa Putri Ranidita, Astri Nurdin, Eko Adi Saputro, dan Ence Bagus dengan sutradara Herwin Novianto. Film ini bercerita warga perbatasan Kalimantan-Malaysia yang menyukai Malaysia karena dianggap menjanjikan. Di film ini terdapat konflik internal keluarga antara cinta tanah air dan tidak cinta tanah air. (dav/rah)