JAKARTA – Anggota Komisi XI DPR, Dolfie OF Palit menilai, kalau pun pemerintah menaikkan harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi di 2013, namun pada tahun berikutnya atau sesaat menjelang pemilihan umum (Pemilu) harganya akan kembali diturunkan.
Menurut politisi dari Fraksi PDI Perjuangan tersebut, sejauh ini pihaknya masih mencermati strategi kebijakan apa yang akan dilakukan pemerintah terkait dengan harga BBM bersubsidi. “Secara politis, pada 2013 memang ada kemungkinan bagi pemerintah untuk menaikkan atau mempertahankan harga BBM,” kata Dolfie di Jakarta, Minggu (13/1).
Apabila pemerintah menaikkan harga premium di tahun ini, jelas Dolfie, maka diperkirakan pada 2014 atau sesaat menjelang Pemilu harganya akan kembali diturunkan ke harga semula. “Kalau nanti dinaikkan sekarang, dia (pemerintah) akan turunkan lagi di 2014. Seperti yang pernah juga terjadi pada 2008 atau 2009 yang harganya diturunkan,” paparnya.
Namun demikian, jelas Dolfie, jika pemerintah berencana menaikkan harga BBM bersubsidi, maka mesti ada alasan yang tepat kepada masyarakat. “Karena, kebutuhan BBM itu yg menyediakan adalah pemerintah. Jadi, masyarakat harus mengetahui dahulu tujuan dari kenaikkan BBM bersubsidi itu,” ungkapnya.
Kalau bercermin dari kapasitas APBN dari tahun ke tahun, terang Dolfie, anggaran yang tidak terserap bisa mencapai Rp40 triliun setiap tahunnya. Sementara itu, lanjut dia, selama ini alasan pemerintah untuk menaikkan harga BBM bersubsidi tidak terlepas dari ambisi pemerintah untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur.
“Kenapa tidak anggaran yang sebesar Rp40 triliun itu saja yang dipergunakan untuk meningkatkan pembangunan infrastruktur? Hal ini sekaligus menegaskan bahwa pemerintah tidak mampu memanfaatkan anggaran secara baik. Jadi, pemerintah harus menjelaskan terlebih dahulu alasan menaikkan harga BBM,” tutur Dolfie.
Terkait rencana pembatasan konsumsi BBM bersubsidi, menurut Dolfie, langkah awal yang mesti diterapkan pemerintah adalah menghilangkan aktivitas penyelundupan dan pendistribusian BBM bersubsidi ke kalangan industri. “Ini merupakan tugas pemerintah, selain berupaya menyalurkan BBM bersubsidi secara tepat sasaran,” ucapnya.
Lebih lanjut Dolfie menegaskan, kegagalan pemerintah dalam menghentikan upaya-upaya penyelundupan dan pendistribusian BBM bersubisid ke industri, diharapkan tidak menjadi beban masyarakat bawah yang harus menanggung pemberlakukan kebijakan pembatasan konsumsi premium.
“Selama ini pemerintah sangat lemah dalam mengatasi penyelundupan dan penggunaan BBM bersubsidi di industri batubara, perkebunan dan industri besar lainnya. Tetapi, biayanya malah diminta untuk ditanggung oleh masyarakat kalangan bawah. Itu jelas tidak adil,” imbuhnya.
Sebelum membatasi konsumsi premium di kelompok bawah, jelas Dolfie, terlebih dahulu pemerintah harus menertibkan penggunaan BBM di industri. “Kelompok industri besar dahulu yang ditertibkan. Mereka harus langsung menerima BBM dari Pertamina dengan kontrak yang bukan menggunakan BBM bersubsidi. Karena, selama ini yang memanfaatkan lebarnya disparitas harga adalah industri,” paparnya. (bud)