JAKARTA – Jumlah penduduk miskin per September 2012 mencapai 28,59 juta orang (11,66 persen), menurun dibanding Maret 2012 yang tercatat 29,13 juta orang (11,96 persen). “Jumlah penduduk miskin sedikit mengalami penurunan dibandingkan Maret 2012 sebesar 0,54 juta atau 540.000 orang,” ujar Kepala Badan Pusat Statistik Suryamin di Jakarta, Rabu (2/1).
Menurut Suryamin, penurunan jumlah penduduk miskin yang mencapai 0,3 persen ini, lebih banyak terjadi di daerah pedesaan yang berkurang hingga 400.000 orang atau dari 18,48 juta orang pada Maret 2012 menjadi 18,08 juta orang pada September 2012.
Sementara, lanjut dia, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan hanya berkurang sebesar 140.000 orang atau dari 10,65 juta orang pada Maret 2012 menjadi 10,51 juta orang pada September 2012. “Jadi berdasarkan daerah tempat tinggal, pada periode ini, penduduk miskin di daerah perkotaan maupun pedesaan sama-sama mengalami penurunan,” ujarnya.
Dia memaparkan faktor yang terkait dengan penurunan jumlah dan persentase penduduk miskin selama Maret-September 2012 adalah karena pada periode ini inflasi umum relatif rendah yaitu sebesar 2,59 persen.
Kemudian, penerima beras murah atau raskin dalam tiga bulan terakhir pada 20 persen kelompok penduduk berpendapatan terendah meningkat dari sekitar 18,5 persen pada Maret menjadi sekitar 20,1 persen pada September 2012. “Data tersebut berdasarkan data survei sosial ekonomi nasional pada Maret 2012 dan September 2012,” kata Suryamin.
Suryamin mengatakan upah harian nominal buruh tani dan buruh bangunan yang meningkat hingga 1,29 persen dan 2,96 persen juga turut membantu menurunkan jumlah penduduk miskin.
Faktor lainnya karena secara nasional harga beras relatif stabil, yang tercatat pada Maret sebesar Rp10.406 per kilogram dan September sebesar Rp10.414 per kilogram, serta penurunan beberapa harga komoditas seperti tepung terigu, cabai rawit, cabai merah dan telur ayam ras.
Penurunan jumlah penduduk miskin juga terjadi karena adanya perbaikan penghasilan petani yang ditunjukkan oleh kenaikan nilai tukar petani menjadi 105,41, dan penurunan tingkat pengangguran terbuka yang mencapai 6,14 pada Agustus 2012. “Hal ini juga dibantu dengan perekonomian triwulan III yang tumbuh sebesar 6,12 persen terhadap triwulan I dan 6,17 persen dibandingkan triwulan yang sama pada 2011,” ujar Suryamin.
Suryamin mengatakan selama periode yang sama, Garis Kemiskinan naik sebesar 4,35 persen atau dari Rp248.707 per kapita per bulan menjadi Rp259.520 per kapita per bulan pada September 2012.
Menurut dia, komoditas makanan yang berpengaruh terhadap garis kemiskinan di perkotaan relatif sama di pedesaan antara lain beras, rokok kretek filter, gula pasir, telur ayam ras, mi instan, tempe dan tahu. “Sementara, untuk komoditas bukan makanan di antaranya adalah biaya perumahan, pakaian jadi anak-anak, pakaian jadi perempuan dewasa dan bensin,” ujarnya.
Suryamin menambahkan, Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan selama periode ini mengalami kenaikan yang berarti rata-rata pengeluaran penduduk miskin cenderung makin menjauhi Garis Kemiskinan dan ketimpangan pengeluaran penduduk miskin makin melebar.
Sementara, dari sisi jumlah, penduduk miskin terbesar masih terbanyak berada di Jawa yang tercatat sebesar 15,82 juta orang dan terendah berada di Kalimantan hingga 930.000 orang. “Namun dari segi persentase jumlah penduduk miskin terbesar berada di Maluku dan Papua yaitu sebesar 24,24 persen dan terendah tetap berada di Kalimantan 6,48 persen,” tutur Suryamin.
Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar, sehingga melalui pendekatan ini kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan.
Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan dan Garis Kemiskinan Bukan Makanan yang dilakukan secara terpisah untuk daerah pedesaan dan perkotaan.
Garis Kemiskinan Makanan merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2.100 kalori per kapita per hari yang diwakili oleh 52 jenis komoditas bahan makanan.
Garis Kemiskinan Bukan Makanan adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan dan keseharan yang diwakili 51 jenis komoditas bahan kebutuhan dasar non makanan di perkotaan dan 47 jenis komoditas di pedesaan.
Sumber data utama yang dipakai untuk menghitung tingkat kemiskinan adalah data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) dengan jumlah sampel sebesar kurang lebih 75 ribu rumah tangga. (bud/gam)