SURABAYA – Mendikbud Mohammad Nuh membantah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menerima “rapor merah” dari Tim Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan, karena hanya tiga hingga empat dari 31 program yang merupakan “program merah” akibat penyelesaiannya tertunda lantaran pihak lain.
“Terus terang, Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) belum mengeluarkan rapor,” katanya, kemarin (1/1).
Ia menegaskan rapor merah itu belum ada. Namun, pihaknya mempunyai sistem evaluasi internal melalui Tim UKMP3 yang menyimpulkan tiga hingga empat program yang tergolong merah. “Jadi, programnya merah, bukan rapor merah,” ujarnya.
Mendikbud menjelaskan, rapor merah adalah bila mayoritas program tergolong “merah”. Akan tetapi, bila 27-28 program terselesaikan dan hanya tiga hingga empat program yang tertunda penyelesaiannya dengan berbagai alasan yang logis, maka istilahnya bukan rapor merah, melainkan program merah.
“Apalagi, tiga hingga empat program merah itu sudah kami sampaikan alasan penundaannya kepada tim pemantau internal Tim UKMP3, di antaranya ada proyek yang dibiayai dengan dana luar negeri, tapi kontrak dengan pihak luar negeri belum diteken oleh Kementerian Luar Negeri,” katanya.
Contoh program lainnya, yakni proyek pembangunan SMA/SMK di Papua yang memerlukan tanah dari pemkab setempat. Namun, hingga akhir tahun 2012 ternyata pemkab setempat belum menyiapkan tanah untuk bangunan itu sehingga pembangunannya tertunda hingga pemkab menyiapkan tanahnya.
“Ada satu hingga dua contoh lain, tapi saya lupa. Prinsipnya, penilaian itu merupakan cermin bagi kita untuk memperbaiki program pada tahun 2013 sehingga program yang ada dapat terlaksana. Insya Allah, program yang belum terselesaikan pada tahun 2012 akan terlaksana pada tahun 2013,” katanya.
Beasiswa Papua Dalam kesempatan itu, Mendikbud Mohammad Nuh juga menegaskan bahwa pihaknya memberikan beasiswa kepada 800-an mahasiswa asal Papua dalam setiap tahun untuk menempuh studi pada universitas yang ada di luar Papua.
“Ke-800-an mahasiswa Papua itu kami sebar pada puluhan PTN terkemuka di Indonesia, seperti UI, UGM, ITB, IPB, UNS, ITS, Unair, Unesa, Universitas Brawijaya, UTM (Universitas Trunojoyo Madura), dan sebagainya,” katanya.
Menurut dia, program beasiswa yang disebut “Adik” (Affirmative Pendidikan) itu merupakan bagian dari pendekatan kultural yang dilakukan pemerintah terhadap Papua.
“Beasiswa yang kami berikan itu meliputi biaya kuliah dan biaya hidup di daerah setempat yang diberikan selama studi. Kami memilih siswa terbaik di Papua untuk diikutsertakan dalam program ‘Adik’ itu,” katanya.
Ia menambahkan pihaknya sempat berdialog dengan sebagian mahasiswa dari 800-an peserta “Adik” itu saat berkunjung ke asrama mahasiswa Universitas Trunojoyo Madura (UTM) di Bangkalan pada tanggal 31 Desember 2012.
“Saya sempat menanyakan apakah mereka betah tinggal di Bangkalan dan kuliah di UTM? Mereka menjawab betah, tapi ada juga yang menjawab berusaha untuk betah. Maklum, mereka baru setahun di sana,” katanya. (ant/beth)