JAKARTA – Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diminta melalukan pengawasan secara ketat fenomena konglomerasi di industri jasa keuangan. Sebab jika kondisi ini tidak dikelola dengan baik maka bisa berimplikasi krisis sistemik ke seluruh industri jasa keuangan. “Tentu akan menempatkan industri perbankan, asuransi, sekuritas, multifinance, reksa dana, dana pensiun dan pasar modal dalam kondisi yang rentan kalau tidak diawasi ketat,” kata anggota Komisi XI DPR, Kemal Azis Stamboel di Jakarta, Kamis (17/1).
Menurut dia, fenomena konglomerasi keuangan semakin berkembang pesat di Indonesia. Karena itu, harus diwaspadai oleh OJK mengingat konglomerasi keuangan memiliki risiko yang sangat besar bagi industri jasa keuangan. “Jika salah satu dari industri jasa keuangan tersebut mengalami kolaps akibat maraknya konglomerasi, bisa menjalar kemana-mana,” jelas dia.
Selain kata Kemal, konglomerasi ini bisa menimbulkan contagion effect yang bisa memicu krisis sistemik. “Konglomerasi juga membuka peluang tidak berjalannya prinsip-prinsip good corporate governance (GCG) dalam industri jasa keuangan,” tutur dia.
Pengalaman-pengalaman masa lalu, lanjut Kemal, telah menjadi pelajaran penting bagi Indonesia untuk menyikapi fenomena ini. “Terkadang, pemilik dan pengelolanya justru menjadi penyebab kegagalan atau bangkrutnya bank, karena faktor fraud oleh pemilik atau manajemen bank sendiri,” tutur dia.
Kemal mengatakan, OJK perlu untuk melakukan identifikasi yang terukur, sehingga strategi memitigasi dan mengelola risiko bisa berjalan baik. Ini penting guna mengantisipasi dampak sistemik tersebut. “Perlu adanya mapping strategy dari industri jasa keuangan yang berbentuk konglomerasi ini. OJK harus melakukan risk based analysis, sehingga strategi memitigasi dan mengelola risiko konglomerasi keuangan bisa berjalan on the right track,” pungkas dia. (gam/abe)