SUMENEP – Maraknya bibit jagung hibrida yang ditanam petani jagung Sumenep mengancam bibit lokal. Petani mulai resak dengan bibit hibrida karena akan menghilangkan bibit lokal yang sudah menjadi citra petani Sumenep.
Saat ini ada tiga kecamatan penghasil jagung unggulan. Kecamatan Guluk-Guluk mencapai 4,8 ton per hektar, Talango dan Manding di bawah rata-rata 40 per hektar.
Forum Pengamat Petani Sumenep (FP2S) secara tegas menolak bibit jagung hibrida yang masuk ke Madura. “Masuknya berbagai bibit hibrida di Madura masih belum jelas tujuannya,” tutur pengurus DP2S, Fahrul.
Hariyanto seorang petani asal Desa Ketawang Laok, Kecamatan Guluk-Guluk adalah salah seorang petani yang juga resah dengan maraknya bibit jagung hibrida. “Masuknya berbagai macam bibit jagung ke pulau Madura membuat bibit lokal menjadi punah,” ujarnya Senin (7/1).
Kabid Produksi Tanaman Pangan Ir. Ach. Salaf Junaidi, mengakui banyaknya bibit hibrida yang masuk di Kabupaten Sumenep. “Pada dasarnya bibit jagung ini cuma ada dua, yaitu bibit hibrida dan bibit lokal. Namun saat ini sangat banyak bibit yang dikeluarkan oleh berbagai perusaan sehingga dapat membingungkan petani,” ujarnya.
Lebih lanjut Junaidi mengatakan, di Sumenep ada tiga kecamatan yang mempunyai lahan produksi jagung lokal unggulan, yaitu Kecamatan Guluk-Guluk, Talango dan Manding. Perolehan tertinggi dari tiga kecamatan tersebut adalah kecamatan Guluk-Guluk yang mecapai 4,8 ton per hektar. Sedangkan di dua kecamatan lainnya masih dibawah rata-rata 40 per hektar.
Mengenai perkembangan jagung lokal Dinas Pertanian Dan Tanaman Pangan (Dispertra) Kabupaten Sumenep mengaku, setiap musim jagung tiba selalu menyalurkan benih lokal kepada para penangkal agar jagung lokal tidak punah. Bagaimanapun juga jagung lokal adalah dambaan bagi masyarakat Madura. (edy/mk)