JAKARTA – Pada tahun ini, konsumsi Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi diperkirakan melampaui kuota yang telah ditetapkan Pemerintah sebesar 46,01 juta kilo liter (KL) karena besarnya permintaan konsumen.
“Dengan memperhitungkan tingginya permintaan dan pertumbuhan konsumsi BBM bersubsidi sebesar 9 persen per tahun, maka konsumsi BBM bersubsidi tahun ini berpotensi mencapai 48 juta KL, melampaui target Pemerintah sebesar 46,01 juta KL,” ujar pengamat energi, Pri Agung Rakhmanto, kemarin (2/1).
Pemerintah menetapkan kuota BBM bersubsubsi pada tahun ini sebesar 46,01 KL, dengan rincian premium 29,2 juta KL, minyak tanah 1,7 juta KL dan solar 15,11 juta KL.
Untuk harga patokan minyak mentah Indonesia (ICP), kata Pri Agung, lebih tinggi dari asumsi sebesar 100 dolar AS per barel dan Pemerintah akan memilih untuk menambah subsidi ketimbang menaikkan harga BBM bersubsidi.
Subsidi BBM pada APBN 2013 ditetapkan Rp193,8 triliun, terdiri atas subsidi tahun berjalan Rp190,3 triliun dan pengurangan subsidi 2011 Rp3,5 triliun.
“Jumlah subsidi itu dialokasikan untuk subsidi BBM dan bahan bakar nabati (BBN) Rp140,46 triliun, subsidi elpiji Rp26,45 triliun dan pajak pertambahan nilai (PPN) sebesar Rp17,26 triliun. Besaran subsidi tersebut dengan asumsi tanpa menaikkan harga BBM bersubsidi,” paparnya.
Ia memperkirakan Pemerintah tidak akan menaikkan harga BBM bersubsidi pada tahun ini.
“Pertimbangan politik Pemerintah, khususnya menjelang pemilihan Presiden pada 2014, membuat kenaikan harga BBM bersubsidi tidak akan terwujud. Faktor politik ini membuat Pemerintah kurang mempertimbangkan kalkulasi fiskal,” imbuhnya.
Sejak menaikkan harga BBM bersubsidi pada 2008 yang kemudian diturunkan kembali, Pemerintah kemungkinan besar tidak akan menaikkan BBM bersubsidi pada tahun ini.
Harga premium dan solar bersubsidi tetap dipatok pada harga Rp4.500 per liter, jauh lebih murah dari pada harga bahan bakar nonsubsidi yang dijual Pertamina di Jakarta dan sekitarnya sebesar Rp9.000 per liter. (ant/beth)