Korupsi Kredit Fiktif, Dua Petinggi Bank Bank Jatim Dijerat Pasal Berlapis
SURABAYA- Dua petinggi Bank Jatim Cabang HR Muhammad Surabaya, Bagoes Suprayogo (Kacab) dan Tony Baharawan (kasi penyelia) hanya bisa tertunduk lesu saat menjalani sidang perdananya yang digelar diruang sidang candra Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Senin (11/2) kemarin dengan agenda pembacaan surat dakwaan oleh Jaksa Penuntut Umum (JPU) I Wayan Wahyudistira dari Kejari Surabaya.
Dalam surat dakwaan yang dibacakan dihadapan lima majelis hakim yang diketuai M Yapi, Jaksa Wayan menjerat dua terpidana petinggi Bank Jatim cabang HR Muhammad itu dengan pasal berlapis, yakni melanggar pasal 2 ayat (1) dan subsider pasal 3 jo pasal 18 UU Tindak pidana korupsi jo pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP jo pasal 64 ayat (1) KUHP.
“Secara bersama sama dan memanfaatkan kewenangannya kedua terdakwa telah mencairkan kredit kepada Yudi Setiawan selaku Direktur PT PT Cipta Inti Parmindo pada 2005 tanpa melalui prosedur yang telah diatur dalam tiga surat keputusan Direksi Bank jatim,” jelas Wayan saat membacakan surat dakwaannya kemarin.
Akibat perbuatan kedua terdakwa, jaksa Wayan menganggap negara dirugikan miliaran rupiah .”Akibatnya negara dirugikan sebesar Rp 52 milar,” ucap dia.
Atas dakwaan tersebut, Sunarno Edi Wibowo selaku pengacara dari terdakwa Bagoes Suprayogo menyatakan keberatan terhadap dakwaan jaksa. Namun keberatannya itu akan dituangkan dalam eksepsi yang sedianya akan dibacakan pekan depan.”Tentu kita ajukan eksepsi,” katanya. baca juga Pengusaha Di Surabaya Tewas Terpanggang di Dalam Mobil
Hal senada juga dikatakan Yunus Susanto selaku pengacara dari terdakwa Tony Baharawan.”Kita lihat saja minggu depan, semoga eksepsi kita sudah selesai,” ujar dia.
Seperti diketahui, kasus ini bermula pada tahun 2005 saat Yudi Setiawan selaku Direktur PT Cipta Inti Parmindo sesuai akta No 17 tanggal 16 Maret 2005 yang dibuat oleh notaries Fikry Said, mengajukan permohonan kredit kepaada PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur (Bank Jatim) Cabang HR Muhammad.
Permohonan pengajuan kredit ke Bank Jatim oleh Yudi Setiawan, selain membawa nama PT Cipta Inti Parmindo juga menggunakan sebanyak 7 nama perusahaan lain yang didirikan Yudi Setiawan sendiri dan dipimpin oleh karyawan-karyawan yang bekerja diperusahaan tersebut.
Ketujuh perusahaan yang dimaksud yakni, CV Aneka Karya Prestasi, CV Aneka Pustaka Ilmu, CV Bangun jaya, CV Cipta Pustaka Ilmu, CV Kharisma Pembina Ilmu, CV Media Sarana Pustaka, CV Visi Nara Utama. Dana yang dicairkan ke 8 perusahaan termasuk PT Cipta Inti Parmindo sebesar Rp52.300.000.000 rupiah.
Pengajuan kredit yang dilakukan oleh Yudi Setiawan dan kelompok usahanya tersebut sebanyak 28 permohonan adalah kredit jenis Kepres dengan jaminan berupa proyek yang sedang ditangani oleh perusahaan milik Yudi Setiawan yang berasal dari pemerintah baik pusat maupun daerah yang pembiayaannya bersumber dari APN/APBD maupun blockgrant (hibah) yang terdiri dari beberapa Kabupaten/Kota se Jawa timur antara lain, Situbondo, Pamekasan, lamongan, Mojokerto dalam proyek pengadaan alat-alat penunjang pendidikan pada tiap-tiap sekolah.
Kredit dengan jenis Kepres adalah salah satu jenis Kredit umum terhadap debitur yang bersifat temporary (pengembalian pembayaran melalui sistim termin) untuk pembiayaan proyek pemerintah maupun swasta dan dalam pelaksanaan proses pemberian kreditnya menggunkan standar operasional prosedur (SOP) kredit umum.
Prosedur yang berlaku dalam pemberian kredit modal kerja pola Kepres (SOP) dalah sesuai surat keputusan Direksi Bank Pembangunan Jawa Timur No 043/031/KEP/DIR/KRD tanggal 28 februari 2005.
Namun dalam proses pencairan kredit kepada debitur yang merupakan kelompok usaha Yudi Setiawan, Bagoes Soeprayogo selaku Kacab Bank Jatim HR Muhammad dan Tony Baharawan, selaku penyelia tidak pernah menjalankan ketentuan yang telah diatur dalam surat keputusan Direksi Bank jatim No 043/031/KEP/DIR/KRD tanggal 28 Pembruari 2005, Surat Direksi Bank Jatim 043/39/KRD/ tanggal 7 Oktober 2005 dan Surat Kepeputusan Direksi Bank Jatim No 046/152/KEP/DIR/PRN tanggal 7 Nopember 2008 poin 6.4 huruf a (1), ketentuan tersebut semestinya dijadikan pedoman dalam pemberian kredit modal kerja pola Kepres.
Bahkan Bagoes Soeprayogo dan Tony Baharawa juga tidak pernah melakukan proses penilaian permohonan kredit berupa pemeriksaan on the spot terhadap debitur. Padahal pemeriksaan on the spot tersebut merupakan proses awal penyeleksian pengajuan kredit seperti profil debitur termasuk menilai anggunan yang akan dijaminkan debitur.
Bagoes Suprayogo selaku kacab juga tidak pernah melakukan wawacara terkait permohonan pinjaman yang diajukan Yudi untuk pengerjaan proyek pemerintahan.
Selain itu, Bagoes selaku Kacab juga tidak melakukan kroscek pada dinas terkait maupun Bupati setempat guna mengecek dokumen kontrak kerja yang asli maupun wawancara tentang kebenaran ada tidaknya proyek tesebut. (kas)