PROBOLINGGO – Pemkot Probolinggo terus berupaya untuk meningkatkan kapasitas kelembagaan masyarakat untuk memperkuat dan memperluas peran masyarakat dalam perencanaan, pelaksanaan dan pengawasan pembangunan. Sejalan dengan itu, sebanyak tiga belas kelembagaan masyarakat se Kota Probolinggo mengikuti sosialisasi Peningkatan Kapasitas Kelembagaan masyarakat tahun 2013 yang di fasilitasi Bappeda Kota Probolinggo, di ruang Shaba Bhina Praja, Kantor Walikota Probolinggo, beberapa waktu yang lalu.
Ketiga belas kelembagaan masyarakat, yakni Paguyuban Kader Lingkungan (Pakerling), Paguyuban Peduli Sampah (Papesa), Forum Jaringan Manajemen Sampah (Forjamansa), Dewan Pembangunan Berkelanjutan (DPB), Eco Pesantren, Pemberdayaan Pondok Pesantren, Paguyuban Abang Becak (ABK-PRO), Paguyuban Pedagang Pasar, Forum Komunikasi Peduli Tanaman Mangga (Forkopetama), Komunitas Pelestari Keanekaragaman Hayati (Komtari Kehati), Forum Kota Sehat, Forum Masyarakat Peduli Tata Ruang (Formas Petaru) dan Lembaga Perlindungan Anak (LPA) Kota Probolinggo.
Dalam sambutannya,Sekdakot Johny Haryanto berharap sosialisasi ini mampu menciptakan koordinasi yang lebih baik antar lembaga kemasyarakatan yang ada. “Dengan adanya kegiatan sosialisasi ini, saya berharap nantinya tercipta hubungan yang lebih harmonis, koordinasi yang lebih baik, baik antar lembaga maupun antara lembaga dengan Pemerintah Kota Probolinggo, yang dalam hal ini diwakili oleh SKPD terkait,” ujarnya.
Hal senada, Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Probolinggo, Sanusi Sapuwan, mengatakan partisipasi masyarakat implementasinnya adalah pelaksanaan swakelola serta layanan komplain dan pengaduan masyarakat.
“Evaluasi partisipasi masyarakat bisa dilihat di publikasi hasil pembangunan, LKPJ Kepala Daerah, serta evaluasi swakelola,”katanya.
Disisi lain peran dari lembaga masyarakat, kata mantan Kadis Pekerjaan Umum Kota Probolinggo adalah, media komunikasi, sosialisasi dan desiminasi serta pemberdayaan komunitas. Secara umum yaitu, kebijakan perlibatan masyarakat dalam pembangunan di Kota Probolinggo.
” Dibutuhkan sinergi antara legislatif, eksekutif, serta masyarakat, bina usaha, LSM, dan penyelenggaraan otonomi daerah harus accountabilitas, responsif, transparan, dan partisipatif, ” tandas Sanusi Sapuwan.
Lebih lanjut Sanusi berharap, aksesibility pemberdayaan masyarakat tidak lain adalah pendidikan, perekonomian, dan pelayanan publik bidang lain seperti partisipasi masyarakat yang diimplementasikan dalam pelaksanaan swakelola serta layanan komplain dan pengaduan masyarakat.
“Evaluasi partisipasi masyarakat bisa dilihat di publikasi hasil pembangunan, LKPJ kepala daerah, serta evaluasi swakelola, ” ungkapnya.(hud).