JAKARTA-Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan memidanakan kalangan internalnya yang terbukti membocorkan dokumen terkait dugaan surat perintah penyidikan (sprindik) atas nama Ketua Umum DPP Partai Demokrat, Anas Urbaningrum. “Jika itu benar, pelaku bisa masuk wilayah pidana kalau memang ada kesengajaan, agar proses penyelidikan dan penyidikan di KPK terhambat,” kata Juru Bicara KPK, Johan Budi di Jakarta, Minggu (10/2).
Menurut Johan, pelaku pembocoran dokumen surat perintah penyidikan diduga punya posisi tak main-main di KPK. “Kalau dilihat tingkat informasinya, proses penerbitan sprindik itu hanya diketahui oleh beberapa staf dan direktur, deputi di penindakan dan pimpinan KPK,” tambahnya.
KPK masih menyelidiki keabsahan dokumen sprindik yang sempat beredar di sejumlah media tersebut. “Saya belum tahu apakah sprindik yang beredar itu benar atau palsu. Jika itu benar, sprindik yang beredar itu belum ditandatangani dan belum bernomor, artinya belum bisa dikatakan sebagai sprindik yang sah,” ujarnya
Tak hanya pidana, lanjut Johan, hal itu juga bisa menjadi pelanggaran kode etik. “Jika benar bocornya sprindik itu mengindikasikan bahwa di dalam KPK, apakah di level pimpinan atau staf telah ada pembocor dokumen, itu bisa masuk pelanggaran kode etik,” tukasnya.
Namun Johan mempertanyakan keabsahan gambar Surat Perintah Dimulainya penyidik (Sprindik) yang tertulis penetapan Anas Urbaningrum sebagai tersangka kasus gratifikasi proyek pusat pelatihan pendidikan dan sekolah olahraga nasional Bukit Hambalang Jawa Barat. Gambar sprindik tersebut beredar untuk beberapa waktu belakangan ini. “Belum tentu benar sprindik yang beredar di luar itu. Harus ditelusuri keabsahannya,” tandasnya
Johan mempertanyakan keabsahan tersebut lantaran sprindik yang ia ketahui hanya ditandatangani oleh satu orang pemimpin. Johan berasumsi, gambar sprindik yang beredar di media merupakan hasil tertulis gelar perkara. Karena di kertas yang diduga sprindik tersebut tampak hanya ditandatangani oleh tiga pemimpin KPK.
Mantan wartawan ini menjelaskan, proses sebuah kasus di tingkat penyelidikan bisa dinaikkan ke tahap penyidikan. Setelah melalui berkali-kali proses gelar perkara, pemimpin KPK dan penyidik-penyidik akan melakukan gelar perkara untuk menentukan apakah suatu kasus sudah mempunyai dua alat bukti cukup untuk menaikkan ke tingkat penyidikan. “Gelar perkara untuk naik ke penyidikan itu kalau ada perbedaan pendapat maka dilakukan dengan jalan voting,” kata Johan.
Apabila tiga pemimpin menyatakan suatu kasus layak dinaikkan ke tingkat penyidikan, maka akan dibuat sebuah surat yang harus diparaf oleh lima orang pimpinan. Setelah lima orang pimpinan menandatangani surat tersebut, maka barulah diterbitkan sprindik.
Hari ini beredar gambar yang diduga sprindik yang menerangkan status Ketua Umum Partai Demokrat sebagai tersangka. Sprindik tersebut diketahui ditandatangani oleh tiga orang pimpinan KPK, yaitu Abraham Samad, Adnan Pandu Praja, dan Zulkarnaen.
Dalam sprindik itu, Anas ditetapkan sebagai tersangka karena diduga melanggar pasal 12 huruf a atau b atau pasal 11 Undang-Undang No.30/1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Anas dijadikan tersangka dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR Periode 1999-2004. (cea)