JAKARTA-Rapat Paripurna DPR Selasa (5/2) membatalkan pengesahan Rancangan Peraturan Dewan Perwakilan Rakyat mengenai Peliputan Pers di DPR. Pembatalan ini terjadi karena protes dari sejumlah anggota DPR yang menganggap pembatasan liputan ini justru dapat mengganggu proses peliputan di DPR.Saking banyaknya protes, pemimpin sidang paripurna, Priyo Budi Santoso, memutuskan memberi waktu paling lama tiga pekan bagi Badan Usaha Rumah Tangga (BURT) DPR untuk menyempurnakan peraturan ini. Dia ingin memberikan kesempatan kepada fraksi-fraksi mengkritisi peraturan ini. “Setelah itu, baru diambil keputusan,” kata Priyo ketika memimpin sidang paripurna tersebut.
Dalam sidang paripurna ini, sejumlah anggota Dewan menolak rancangan itu. Suara penolakan, misalnya, dilontarkan politikus PDI Perjuangan, Aria Bima.
Dia mengaku sangat kecewa dengan fasilitas peliputan untuk para wartawan. Bahkan seharusnya fasilitas itu ditambah untuk memudahkan kerja wartawan. “Kalau mereka tidak boleh meliput di bawah apakah balkon sudah layak untuk mereka? Fasilitasnya ditambah. Misalnya dilengkapi televisi,” ungkapnya.
Malah Wakil Ketua Komisi VI DPR ini juga menyoroti Ruang Wartawan yang dinilainya tidak layak dan tidak manusiawi. “Kawan-kawan pers mau ditaruh di mana? Di balkon atau di bawah. Yang paling nggak enak kalau ada makanan. Pimpinan makan, anggota makan, tamunya makan sementara wartawannya nggak dapat,” terangnya
Lebih jauh kata Aria, DPR juga harus menghargai kerja-kerja wartawan. Apalagi jam kerja wartawan di DPR. “Kita pakewuh Pimpinan. Terus kalau kita beri sisa-sisa yang nggak datang itu dibagi ke pers. Mohon kawan-kawan yang seperti ini dipikirkan,” ujarnya.
Yang justru mengejutkan, lanjut Aria, ruangan press room DPR kurang layak dan tak mendukung kerja wartawan. Padahal di lembaga lain, justru bagus-bagus. “Dan saya juga tekankan juga bawa pressroom kita ini terjelek dari lembaga tinggi yang ada,” ujarnya disambut tepuk tangan wartawan.
Protes serupa juga disampaikan politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Indra. “Saya berharap tidak ada pengekangan terhadap insan pers,” katanya. Dia tidak menolak penataan yang dilakukan BURT. Menurut Indra, Dewan dan media merupakan dua media yang saling membutuhkan.
Indra menyoroti sejumlah poin, seperti yang berhak menyampaikan hasil rapat adalah ketua rapat. Menurut dia, hal ini bisa disalahgunakan karena anggota lain tidak bisa menyampaikan hasil rapat. Hal lain yang dia kritik mengenai kartu identitas wartawan. Menurut Indra, kegiatan peliputan DPR tidak hanya di dalam lingkungan Dewan, tetapi juga di di luar. “Tidak mungkin mengatur jurnalis liputan di lapangan,” kata dia.
Tak Diperlukan
Anggota Komisi I DPR, Nurul Arifin, mempertanyakan urgensi kehadiran peraturan ini. Sebab, selama ini wartawan sudah melaksanakan tugasnya sebagaimana mestinya.
Menurut dia, peraturan ini sama sekali tidak diperlukan. Politikus Partai Golkar ini juga mengkritik koordinator wartawan. Menurut dia, Sekretariat Jenderal sudah memiliki staf humas. “Ini perlu dihilangkan agar tidak ada kecemburuan,” ujarnya.
Politikus Partai Hanura, Akbar Faisal, meminta yang seharusnya dibuatkan peraturan adalah mereka yang mengaku wartawan. Dia tidak ingin timbul kesan bahwa Dewan alergi terhadap wartawan. Menurut dia, yang seharusnya diatur adalah akreditasi wartawan yang boleh meliput di DPR.
Anggota BURT, Agung Budi Santoso, menyatakan, proses pembuatan peraturan ini sudah didiskusikan dengan sejumlah asosiasi wartawan. Menurut dia, pendapat kritis mengenai peraturan ini seharusnya disampaikan selama dua tahun proses pembuatan. “Kami sudah sampaikan draf ini ke masing-masing fraksi,” kata dia.
Dalam Bab VIII Pasal 28 Peraturan Peliputan Pers dinyatakan bahwa wartawan yang meliput kegiatan DPR RI berhimpun dalam satu wadah Koordinatoriat Wartawan DPR RI. “Sekali lagi bubarkan saja Koordinatoriat (Wartawan), dan cukup diatur di Kehumasan DPR saja,” tegas Nurul.
Begitu pula dengan anggota Komisi III Indra mempermasalahkan Pasal 12 dan Pasal 16 Rancangan Peraturan DPR tentang Peliputan Pers di DPR soal siapa yang berhak menyampaikan hasil rapat kepada wartawan. “Saya menyambut pengaturan dan penataan. Saya berharap tidak ada proses pengekangan. Wartawan dan anggota DPR saling membutuhkan,” katanya
Dikatakan Indra, pihaknya kurang nyaman dengan aturan peliputan DPR ini. “Saya terganggu dengan Pasal 12 dan 16. Ini konsekuensinya berat dan akan menjadi persoalan di kemudian hari. Di luar ketua rapat tidak boleh menyampaikan hasil rapat akan rawan penyimpangan,” kata politisi PKS ini.
Djamal Aziz dari Hanura juga mempermasalah pasal tersebut. “Wartawan itu kan punya selera. Bisa saja keterangan ketua tidak menarik maka mereka mencari perspektif lain dari anggota,” ujarnya. (gam/cea)