SUMENEP – Beberapa guru pegawai negeri sipil di Kepulauan Sepudi, Selasa (12/2) mengadu ke Dewan Pendidikan Sumenep (DPS) terkait tidak meratanya bantuan yang diterima guru di SMAN Gayam, Pulau Sepudi.
Lima guru yang mendatangi DPS, tiga orang guru perempaun dan dua orang lainnya laki-laki ditemui Ketua DPS Kamalil Ersyad, Muhammad Suhaidi RB, Ahmad Halimi, Ach Novel, dan Jamaluddin.
Kepada wartawan lima guru tersebut mengaku sudah mencoba menyelesaikan masalahnya diinternal sekolah sebelum mendatangi DPS, tapi tak mendapat respon dari kepala sekolah. “Makanya, kami datang ke DPKS untuk curhat dan mengadu tentang masalah ini. Karena bagi kami, sekolah sudah tidak menghargai kami sebagai guru. Termasuk, sudah tak lagi ada penyelesaian ketika kami coba selesaikan secara internal,” Kata Dewi, salah seorang guru yang ikut mendatangi DPS.
Dewi menceritakan, bantuan tersebut diterima dari Dinas Pendidikan Sumenep untuk tunjangan guru kepulauan. Tetapi, menurut kepala sekolah bantuan tersebut adalah dana intensif untuk kepulauan. “Kami tidak mempermasalahkan tentang istilah bantuan tersebut, tetapi yang kami permasalahkan adalah bantuan tersebut ada diskriminasi atau pembagiannya tidak adil,” ujarnya.
Selain itu, bantuan juga tidak didasarkan pada pengangkatan guru sebagai PNS. “Ada angkatan 2006 yang semuanya adalah putra daratan, yang kebetulan bertugas di sana, tiga-tiganya tidak mendapatkan. Terus, ada putra daerah tiga orang dapat bantuan tersebut, sedangkan dua orang putra daerah yang paling senior tidak dapat. Anehnya, CPNS yang baru bertugas pada tahun 2011 ternyata dapat jatah bantuan. Jadi, kami mempertanyakan, ada apa ini, jangan-jangan ada kongkolikong,” katanya dengan nada bertanya.
Nominal bantuan tersebut adalah 12.92.300. Sistem pencairannya adalah dua tahap. Tahap pertama 27 November dan tahap kedua 21 Desember 2012, tapi untuk tahap kedua guru-guru tersebut sampai saat ini belum menerima.
“Untuk pencairan pertama tak jadi masalah, walaupun penerimaannya kami sempat dibuat seperti bola pimpong, dibuat bingung kesana-kemari. Akhirnya kita dapat walaupun harus melalui perjuangan yang melelahkan bersama teman-teman. Untuk pencairan kedua inilah, sampai hari ini (Februari, red) kita masih belum menerima bantuan tersebut,” paparnya.
Menurut Dewi, jumlah guru yang mengalami nasib seperti dirinya sekitar sembilan guru.
Menurut beberapa guru yang mengadu ke DPKS, mereka tidak tahu alas an tidak meneriam bantuan karena mereka semua mengaku aktif mengajar dan kalau tidak bisa masuk izin ke kepala sekolah. “Bahkan kadang bayi saya dibawa ke Sekolah ketika punya waktu ngajar,” ucap Dewi.
Sebelumnya, menurut Dewi, kepala sekolah memang pernah memberikan teguran kepada beberapa guru, tapi dirinya tidak termasuk. “Saya sendiri tidak pernah mendapatkan surat teguran itu kalau memang saya dianggap nakal. Malah nama saya tidak ada, padahal kalau masa tugas, saya lebih lama dari mereka karena saya bertugas sejak 2006. Sedangkan yang dapat teguran itu adalah angkatan 2009,” jelas Dewi.
Ani guru yang lain yang ikut hearing menjelaskan, diskriminasi terhadap beberapa guru PNS di tempat ia mengajar sangat kentara. “Kami semua sangat kecewa dengan sikap kepala sekolah. Bahkan, jika alasan kami tidak dapat bantuan, kepala sekolah masuknya hanya tiga kali dalam satu bulan. Alasannya dinas kek atau apalah, tetapi kalau kami pulang demi kepentingan keluarga, langsung alpa dan alpa,” tambah Ani.
DPS mengatakan akan segera menindaklanjuti laporan tersebut. “Kita akan adakan forum klarifikasi dengan kepala sekolah dan kepala Dinas Pendidikan untuk membicarakan tentang sikap kepala sekolah yang diskriminatif,” terang Ketua DPK Sumenep Kamalil Ersyad.
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, kata Kamalil Ersyad, harus mempertemukan kepala sekolah dan kepala dinas pendidikan. “Kalau pengaduan itu memang terbukti bahwa sikap Kepsek ada diskriminasi terhadap beberapa guru yang ada di sana, saya harap segera diselesaikan. Agar tidak ada diskriminasi dalam hal apapun, apalagi masalah yang lumayan sensitif, yaitu bantuan,” tegasnya. (sym/mk).