PROBOLINGGO (Koran Madura) – Warga Kota Probolinggo menghadapi ancaman serius apabila pemerintah setempat tidak segera menyiapkan lokasi baru untuk Taman Pengolahan Sampah (TPS) — sebutan untuk tempat pembuangan sampah. Kondisi TPS di kelurahan Sukabumi Kecamatan Mayangan sudah hampir over load karena setiap hari menerima 37,5 ton sampah yang dihasilkan oleh sekitar 52 ribu KK setiap harinya.Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Probolinggo, Ir Budi Krisyanto, M.Si, kepada Koran Madura, disela-sela kegiatannya mendampingi Senior Programmer Manager dari Swedish International Development Alexandra Wachtmeister dan Counsellor Development Cooporation Annika Siwertz mengunjungi TPS kemarin mengungkapkan, kondisi tempat pembuangan sampah tersebut sudah kritis sehingga diperlukan lokasi baru. Meski demikian, BLH terus berupaya untuk mencari cara agar lokasi tersebut masih dapat menampung sampah sisa warga kota Probolinggo.
“Kalau mau jujur, saat ini TPS sudah overload, dan saya perkirakan hanya bisa menampung hingga 2 tahun ke depan.
Kalau pemerintah tidak tanggap dengan kondisi ini, maka ancamannya adalah kota Probolinggo akan menjadi kota
sampah,” kata Budi Kris– sapaan karib Kepala BLH tersebut.
Dana yang dibutuhkan untuk membuat TPS baru diperkirakan mencari Rp 2,5 miliar hingga Rp 3 miliar. Pemerintah
kota sendiri, kata Budi Kris belum mampu mengalokasikan anggaran tersebut.
Lokasi TPS tersebut berada didalam lahan yang sangat asri seluas 4 hektar yang dikelilingi pohon-pohon yang
rindang, bunga-bunga yang indah serta rumput yang bisa digunakan untuk bersantai bersama keluarga. Sedangkan
lahan yang digunakan untuk sampah hanya sekitar 0,5 hektar dari total lahan yang dibagi dalam dua sel. Ketinggian
gunungan sampah saat ini diperkirakan mencapai 12 meter. Sebagai langkah antisipasi, BLH memang akan
memaksimalkan lahan yang masih tersisa apabila kondisinya sudah tidak memungkinkan.
Namun kedepannya, Budi Kris mengajak semua SKPD terkait untuk bersama-sama memikirkan langkah terbaik mulai
sekarang. Terutama untuk mengambil alih lahan milik pemkot seluas 2 hektar yang berada di sebelah timur TPS, yang
ditempati sekitar 98 KK. Setidaknya melakukan sosialisasi kepada masyarakat mengenai kondisi yang sebenarnya
kemudian menyiapkan lokasi baru untuk TPS.
“Dengan sosialisasi kita tahu apa permintaan warga dan persiapan pemerintah seperti apa. Jangan biarkan masalah
ini berlarut-larut,” tandas pria berkumis tebal ini.
Ia mengaku ada dinas atau stakeholder yang terkait belum peka terhadap kondisi ini . Padahal dirinya sudah
melaukan pendekatan kepada warga, tinggal bidang yang membidangi untuk menangani. Seperti bidang aset,
pemerintahan. “Sekali lagi saya tegaskan, ini harus segera dipikirkan kalau tidak ingin kota ini menjadi kota yang
penuh dengan sampah,” ujarnya dengan nada serius.
Meski demikian, upaya pemerintah kota Probolinggo untuk menciptakan lingkungan hijau dan bersih patut kita
apreasiasi. Bayangkan saja, kota ini terpilih menjadi salah satu kota hijau atau green city dari pemerintah Swedia.
Dari 11 kota di Indonesia yang mengajukan proposal ke pemerintah Swedia, Kota Probolinggo dan Kota Palu yang
dinilai layak dijadikan pilot project Green City di Indonesia. Rombongan dari Swedia yang sejak 28 Januari – 8 Februari
mendatang melakukan kunjungan ke Kota Probolinggo bahkan memuji proses pengolahan sampahnya. “Fantastik,”
puji Ketua Tim dari Swedia — Mats Jarhammar. Menurut Mats, dari 24 negara yang mereka kunjungi baik di Eropa
maupun Asia, TPS di Kota Probolinggo merupakan yang terbaik dan patuti dijadikan contoh oleh negara manapun di
dunia ini. “Tidak ada bau, tidak ada tumpukan sampah yang menjijikan, dan tidak ada lalat. Ini sungguh luar biasa,”
kata Mats.
Menjawab pujian Mats, dengan nada gurau Kepala BLH mengatakan, ” Sebelumnya saya sudah sosialisasi ke
lalat-lalat agar sementara waktu tidak usah ke TPS dulu karena ada tamu dari Swedia.” Candaan Budi Kris tersebut
disambut gerr dari tamu-tamu tersebut. (nto/han)