JAKARTA (Koranmadura)-Pemerintah melarang Pemerintah Daerah (Pemda) yang dianggap boros menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) untuk kepentingan penerimaan pegawai negeri sipil (PNS). Larangan ini ditujukan bagi Pemda yang memiliki alokasi belanja pegawai di atas 50% dari APBD. “Jadi jangan belanja pegawai jangan sampai 70 persen, harus di bawah 50 persen,” kata Menteri Dalam Negeri, Gamawan Fauzi di Jakarta, Kamis, (7/2).
Menurut Gamawan, selain masalah alokasi belanja pegawai, dalam penerimaan pegawai juga akan dilihat indikator kebutuhan dan beban tugas jabatan yang akan diterima. “Tapi itu harus dipenuhi dua poin itu,” tegasnya
Tahun ini pemerintah merencanakan untuk merekrut sekitar 60.000 PNS seiring dengan dicabutnya moratorium penerimaan PNS.
Mantan Gubernur Sumatera Barat inu menambahkan untuk mengantisipasi membengkaknya belanja pegawai, pihaknya melarang penambahan pegawai honorer di instansi pemerintahan. “Kita sudah tegaskan ke daerah untuk tidak menambah pegawai honorer, silahkan risikonya di daerah,”
Di sisi lain, kata dia, kemendagri akan segera menertibkan tiga pejabat daerah yang mendapatkan tunjangan di atas Rp50 juta oleh sekretaris daerah (Sekda). “Kami akan segera menertibkan agar tidak mengganggu kondisi fiskal daerah dan menyebabkan disparitas dengan daerah lain,” ucapnya.
Dia mengatakan, tiga daerah tersebut adalah DKI Jakarta, Jawa Barat dan Banten. Pendapatan pejabat daerah ini besar karena selain tunjangan juga menerima honor-honor lain. Pengaturan tersebut merujuk pada PP 109 yang menyatakan harus sesuai kemampuan keuangan daerah. “Itu tidak boleh lagi seperti itu, maksimal 10 kali gaji, yang terbesar. Kalau dulu bisa Rp1 miliar sebulan di masa lalu, untuk yang besar. Tapi itu sudah kita tertibkan,” katanya.
Gamawan melanjutkan saat ini sedang dirumuskan besaran tunjangan pejabat negara. Ke depan, pendapatan lain seperti upah pungut harus dihilangkan. “‘Take home pay’ pejabat daerahnya akan turun, ini yang sudah kita 8 kali rapat, dan mungkin ribut juga,” ujarnya.