PROBOLINGGO – Pemilik PT Batu Jajar, H. Zulkifli Khalik, mendatangi kantor UPJ PLN, Kota Probolinggo, Senin (18/02) siang. Bapak yang tinggal di jalan Suroyo ini, ke kentor PLN tidak sendirian, tetapi bersama Fernanda Zulkarnaen, putra ketiganya dan Ferina Churun Inin, salah satu anggota DPRD, setempat.Mereka bertiga ke kantor yang beralamatkan di jalan DR Sutomo itu, untuk menanyakan dan meminta ketegasan penyelesaian permohonan perubahan tarif, yang hingga kini belum terselesaikan. Padahal, permohonan tarif listrik yang awalnya bertarif bisnis dan dirubah menjadi tarif industri itu, sudah diajukan sejak Juni tahun yang lalu (2012).
H. Zulkifli Khalik, mendatangi PLN, lantaran ia telah bosan menunggu permohonan perubahan tarif yang tidak kunjung selesai. Padahal seluruh persyaratan administrasinya, telah dipenuhi. Yang lebih menyakitkan, kata Zulkifli, saat dirinya beberapa kali menghubungi seluler menejer PLN UPJ Probolinggo, Hudono. “Hanphone-nya tidak pernah diangkat,” aku H Zulkifli.
Hal senada juga dialami Fernanda Zulkarnaen. Perjaka yang akrab disaba Nanda ini, mengaku kesal dengan sikap Hudono, yang tidak pernah merespon saat Nanda menghubungi selulernya. Begitu juga yang dialami Ferina Churun Inin. Politikus dari Partai Golkar ini menyebut, sudah empat kali menanyakan langsung permasalahan tersebut, saat bertatap muka.
Akibat berlarut-larutnya penyelesaian permohonan tarif tersebut, Nanda mengaku merugi sekitar Rp 120 juta rupiah selama delapan bulan. Perinciannya, ia merugi Rp 20 juta setiap bulannya. Sebab ada selisih sekitar 10 hingga Rp 15 prosen setiap bulannya, antara tarif bisnis dengan industri. “Ya, kami rugi Rp 20 juta,” jelas Nanda.
Menurut Nanada, pada Juni tahun lalu, ia mengajukan permohonan tarif listrik di perusahaannya. Kala itu, perusahaannya masih berskala kecil dengan nama UD Asia. Karena bentuk perusahaannya masih UD, petugas PLN menyarankan listrik berkapasitas 200 KVA itu, bertarif bisnis. Saran itu diiyakan oleh pria yang pernah kuliah di Boston Amerika Serikat ini.
Setelah perusahaannya bertambah besar, Nanda merubah bentuk perusahaannya menjadi perseroan terbatas dengan nama PT Batu Jajar. Karenanya, ia mengajukan permohonan penurunan tarif listrik dari tarif bisnis ke industri. Karena saat ini Perusahaan pengelohan kayunya berskala ekspor, rencananya, listrik yang awalnya hanya 200 KVA akan dinaikkan menjadi 700 KVA.
Sempat terjadi ketegangan dalam pertemuan antara menejer listrik dengan H. Zulkifli yang berlangsung di lantai dua kantor UPJ PLN. Hudono mengatakan kalau pengajuan tarif bukan kewenangannya, tetapi kantor pusat PLN Pasuruan yang memiliki kewenangan. “Ya kami tahu. Mestinya bapak yang mengusahakan ke Pasuruan. Kami kan rakyatnya bapak,” terang Nanda.
Usai pertemuan yang cukup alot itu, kemudian Hudono memproses sendiri permohonan tersebut. Kepada sejumlah wartawan ia mengungkap akan segera memproses pengajuan PT Batu Jajar, perusahaan pengolah kayu itu. “Akan kami proses secepatnya,” ungkap Hudono, usai pertemuan.
Menurutnya surat pengajuan perubahan daya tertanggal 22 Juni itu, belum selesai, lantaran terkendala dengan survei kejelasan status perijinan. Saat perusahaan pengolahan kayu itu masih bernama UD Asia, permohonan perubahan tarif, tidak dapat diproses. “Karena sekarang sudah berganti nama PT Batu Jajar, maka permohonannya sudah bisa diproses. Karena satu persil atau lokasi, aturannya tidak boleh ada tarif sama,” pungkasnya.