JAKARTA – Indonesia terus berupaya meyakinkan para pejabat negara anggota Kerja Sama Ekonomi Asia-Pasifik (APEC) bahwa minyak sawit (crude palm oil) merupakan produk pertanian yang paling produktif.
Hal itu dikemukakan Dirjen Kerja Sama Perdagangan Internasional Kementerian Perdagangan (Kemendag), Iman Pambagyo di Jakarta, Minggu (10/2) dalam pertemuan pejabat tinggi atau senior official’s meeting (SOM) 1 APEC.
Dalam pertemuan itu, Iman berharap, adanya keinginan para anggota APEC dalam mengidentifikasi dan mendorong kesepakatan tentang pentingnya memajukan perdagangan serta investasi pada produk-produk pertanian berwawasan lingkungan. “Tentu yang memberikan dampak langsung pada peningkatan kesejahteraan kalangan produsen miskin, khususnya petani,” ucap Iman.
Indonesia mengusulkan, CPO dan karet alam serta produk kehutanan yang memenuhi syarat bisa masuk ke dalam lingkup studi dan pembahasan trade policy dialogue (TPD) APEC. Usulan ini, kata dia, juga sudah diperjuangkan melalui berbagai pertemuan bilateral, komite perdagangan dan investasi, lalu pertemuan SOM friends of the chair serta SOM-1.
Iman menjelaskan, dalam forum tersebut dijelaskan pula bahwa CPO merupakan produk pertanian paling produktif. Pasalnya, produk ini dinilai bisa memberikan keuntungan paling tinggi dibandingkan produk pertanian lain yang sejenis.
“CPO juga memenuhi kebutuhan peningkatan mata pencaharian produsen kecil, sehingga produk ini dapat dikatakan pro-environment, pro-trade, pro-development dan pro-poor. Karet alam juga memiliki karakteristik lingkungan dan pembangunan yang sama dengan CPO,” papar Iman.
Lebih lanjut dia menyatakan, berbagai usulan Indonesia cukup menarik perhatian para pejabat tinggi negara-negara APEC. Iman menambahkan, beberapa topik pada SOM-1 APEC kali ini terkait dengan prioritas dan usulan Indonesia atas kerangka pengembangan konektivitas APEC yang mencakup fisik dan kelembagaan.
“SOM-1 juga menyepakati arah kebijakan kerja sama berdimensi perdagangan dan investasi APEC di bidang ketahanan pangan, kesehatan, reformasi struktural, good regulatory practices, emergency response travel facilitation, pendidikan dan industri,” paparnya.
Sebelumnya, Iman mengatakan, Kemendag telah mengusulkan penurunan tarif atas beberapa produk berbasis pertanian dan kehutanan, terutama CPO dan karet sebagai dan memasukkan produk tersebut ke Daftar Barang Ramah Lingkungan APEC. Dia menambahkan, delegasinya telah mengusulkan kertas konsep berjudul “Promoting Green Growth and Practical Road to Inclusive Growth: Promoting Agriculture-based Goods”.
Konsep ini bertujuan untuk meningkatkan pemerataan manfaat liberalisasi produk-produk yang termasuk dalam Daftar Barang Ramah Lingkungan APEC yang akan dilaksanakan pada 2013-2015. Melalui kesepakatan tersebut, anggota APEC akan menurunkan tingkat tarif impor 54 produk dalam daftar ramah lingkungan sampai 0-5 persen pada 2015.
Secara umum, pertemuan kali ini merupakan langkah awal bagi Indonesia dalam mempersiapkan agenda dan kesepakatan di bidang perdagangan dan investasi pada Pertemuan Para Menteri Perdagangan APEC di Surabaya, 20-21 April 2013 dan Pertemuan Tingkat Pemimpin APEC di Bali, 7-8 Oktober 2013.
Sebagaimana diketahui, CPO dan karet merupakan dua komoditas penunjang ekspor utama Indonesia. Tahun lalu, nilai ekspor karet dan produk turunannya mencapai sekitar USD14 juta, sementara ekspor CPO USD21 juta.
Iman juga menyatakan, pemerintah juga telah mengusung langkah strategis untuk memperjuangkan CPO masuk ke pasar dunia dengan melobi Amerika Serikat untuk merevisi laporan mereka yang menganggap industri sawit di Tanah Air menghasilkan emisi gas lebih dari 20 persen.
Dua bulan lalu, sejak pertemuan antara Amerika Serikat dan Kementerian Perdagangan membahas status kelapa sawit Indonesia yang dianggap produk merusak lingkungan dan hingga kini Amerika masih enggan mengubah pandangannya tersebut.
Menteri Perdagangan, Gita Wirjawan menegaskan, sejak setahun lalu dirinya telah mendesak Environmental Protection Agency (EPA) untuk menentukan sikap soal sawit Indonesia. “Saya berharap Oktober (2012) kemarin, tetapi mereka bilang tunggu dulu, kami masih harus membahasnya,” ujar Gita.
Menurut Gita, saat ini pemerintah Indonesia hanya bisa menunggu. “Saya targetnya sebelum APEC. Karena, saya punya target lain seperti karet dan forestry product juga dapat pengurangan bea masuk. Tetapi, hambatan pertama adalah EPA, makanya (CPO) akan saya perjuangkan supaya gol,” tegasnya. (bud)