BANGKALAN- Kasus sengketa tanah antara masyarakat Desa Patengteng Kecamatan Modung dengan Perhutani setempat tampaknya masih akan terus berlanjut. Menyikapi hal itu, kemarin (26/2) komisi A DPRD Bangkalan menghadirkan Muspika Kecamatan Modung serta kepala Desa serta Kapolsek setempat.
Dalam pertemuan ini diketahui sejumlah fakta baru tentang masalah yang akan terus berlanjut. Diantaaran upaya DPRD untuk meminta bukti hukum dari Perhutani berupa SK menteri Kehutanan tahun 1986-1987 yang dijadikan legalitas atas tanah sengketa, namun sampai saat ini tidak pernah diberikan. Bahkan surat permohonan yang telah dilayangkan kepada pihak perhutani tidak ditanggapi secara serius. DPRD menilai perhutani tidak memiliki iktikad baik dalam menyelesaiakan permasalahan yang melibatkan masyarakat Modung.
Camat Modung Nawawi, dihadapan komisi A saat hearing kemarin menjelaskan bahwa kasus sengketa tanah ini sudah terjadi sejak lama, bahkan sebelum dirinya menjabat sebagai camat setempat. Akan tetapi, menurutnya kasus yang tadinya sempat mereda, kembali menghangat akibat rencana penebangan pada petak 50 B yang akan dilakukan oleh pihak perhutani dalam waktu dekat.
“Kasus ini sudah lama mas, namun masyarakat kembali resah setelah ada info bahwa Perhutani akan melakukan penebangan,” ungkapnya.
Ia meminta kepada Komisi A DPRD Bangkalan untuk membantu proses penangguhan upaya penebangan tersebut guna menghindari hal yang tak diinginkan. Karena, dikhawatirkan masyarakat akan mengambil langkah sendiri sehingga masalah ini akan semakin memanas dan tidak dapat diselsaikan dengan cara yang baik.
Kapolsek Modung Iptu Rifai, menilai permasalahan antara pihak perhutani dengan masyarakat Modung bersumber dari kepemilikan dua dokumen yang sama-sama dianggap memliki kebenaran oleh kedua belah pihak. Ia mengupayakan pertemuan untuk menjembatani pihak yang bersengketa agar permasalahan yang terjadi dapat diselesaikan dengan baik. Namun, sangat disayangkan pihak perhutani tidak menghadiri undangan itu dengan berbagai macam alasan. Sehingga menyebabkan kekecewaan dapi pihak kepolisian dan masyarakat setempat. Hal itu dilakukan untuk memberi penyadaran kepada pihak perhutani bahwa tanah tersebut adalah tanah sengketa, akan tetapi perhutani menganggap lahan tersebut bukanlah tanah sengketa.
“Kami telah mengupayakan kedua belah pihak untuk dipertemukan. Akan tetapi pihak perhutani tidak menghadiri undangan itu. Sehingga, membuat kami dan masyarakat kecewa. Ini adalah konflik social jika tidak terselesaiakan dampaknya begitu besar. Kami juga belum mengatehuai secara pasti keabsahan bukti-bukti yang dimiliki oleh kedua belah pihak,” ujarnya.
Menanggapi hal itu, Anggota Komisi A DPRD Bangkalan, Mujiburahman mengatakan untuk mengatasi permasalahan ini harus dilakukan uji kebenaran atas bukti yang dimiliki oleh pihak perhutani. Sebab, masyarakat mengatakan tanah terebut adalah tanah milik nenek moyang dengan bukti sertifikat leter C. Sampai saat ini pihak perhutani tidak pernah memberikan bukti kepada DPRD. Sebab, bukti itu sudah diminta dengan melayangkan surat permohonan.
“Bukti dari masyarakat patengteng telah kami pegang, dan akan kami kaji keabsahannya. Yang kami pertanyakan dari pihak perhutani sampai saat ini bukti tidak diberikan sehingga kami menilai, permintaan kami cenderung diremehkan. Karena kami sudah mengirimkan surat resmi kepada pihak perhutani untuk memberikan kepada kami bukti yang dijadikan legalitas atas tanah yang diakuinya,” paparnya.
Sementara itu, Wakil Kepala Komisi A DPRD Bangkalan, H. Nasir akan terus mengupayakan dengan seluruh pihak terkait, agar permasalahan ini cepat terelesaikan. Mengingat begitu lamanya permasalahan ini terus berjalan dan belum menemukan titik temu.
“Yang kami utamakan adalah musyawarah mufakat agar tidak menimbulkan konflik horizontal. Jika memang langkah itu tidak menemukan hasil diantara kedua belah pihak, maka langkah hukum menjadi penyelesaian terkahir untuk mengatasi permasalahan ini,” pungkasnya.(dn)