JAKARTA (Koranmadura.com) –Badan Pusat Statistik (BPS) mengaku telah melaporkan pencapaian produk domestik bruto (PDB) ke Presiden serta berkoordinasi dengan Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) untuk mengantisipasi keberlanjutan penurunan angka pertumbuhan ekonomi.““Bersama BKPM kami akan mengkoordinasikan terkait pencapaian penanaman modal asing (PMA) dan penanaman modal dalam negeri (PMDN). Soal PMTB (pembentukan modal tetap bruto) yang akan kami bahas di sini,” ujar Kepala BPS, Suryamin di Gedung BPS Jakarta, Selasa (5/1).Sebagaimana diketahui, pertumbuhan ekonomi Indonesia di 2012 kembali mengalami perlambatan yang hingga akhir tahun berada di angka 6,23 persen atau mengalami penurunan dibanding 2011 yang mencapai 6,5 persen.
Dia merinci sepanjang tahun 2012, PDB atas harga berlaku sebesar Rp 8,241 triliun yang sebagian besar digunakan untuk komponen konsumsi rumah tangga sebesar Rp 4,496 triliun, yang mengingat proporsinya pada tahun 2011 sebesar 54,61 persen dan pada tahun 2012 sebesar 54,56 persen.
Adapun pada komponen konsumsi pemerintah, sepanjang tahun 2012 mengalami penurunan dari 9,01 persen menjadi 8,89 persen.“Ini terjadi karena pemerintah tengah memperketat dengan moratorium pegawai serta efiaiensi di segala lini belanja pemerintah, ” tambah dia.
Sebaliknya, pada periode yang sama komponen-komponen lainnya mengalami peningkatan. Seperti komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto meningkat dari 31,97 persen menjadi 33,16 persen. Komponen perubahan inventori meningkat dari 0,95 persen menjadi 2,16 persen dan komponen impor meningkat dari 24,94 persen menjadi 25,81 persen.
Mengacu pada komposisi penyumbang pertumbuhan ekonomi, kata Suryamin, seharusnya pemerintah bisa menekan angka konsumsi rumah tangga dan berupaya mendorong peningkatan PMTB. Karena, investasi akan meningkatkan pertumbuhan di sebagian besar sektor ekonomi lainnya. “Postur penggunaan konsumsi rumah tangga di tahun ini pada kenyataannya kita masih bergantung, ditambah lagi terjadi defisit di ekspor dan impor terus mengalami peningkatan, oleh karena itu kita informasikan ke pemerintah agar bisa ditingkatkan lagi barang modalnya, serta memproduksi sendiri, ” tutur dia.
Suryamin merincikan, sumber pertumbuhan ekonomi 2012 berasal dari konsumsi rumah tangga sebesar 2,93 persen, konsumsi pemerintah 0,1 persen, PMTB 2,4 persen, perubahan inventori 1,79 persen, ekspor 1 persen dan impor sebagai faktor pengurang menyumbang 2,54 persen.
Lebih lanjut Suryamin menjelaskan, terkait dengan gejolak ekonomi di tataran global, penting bagi pemerintah untuk mengelola kinerja ekspor dan impor untuk menghindari defisit perdagangan yang lebih dalam. “Yang tidak kalah pentingnya, pemanfaatan pasar dalam negeri dengan jumlah penduduk sebanyak 240 juta jiwa,” ucapnya.
Pesimis
Di tempat yang sama, Deputi Bidang Neraca dan Analisis Statistik Badan Pusat Statistik (BPS), Kecuk Suhariyanto mengatakan, pihaknya pesimistis pertumbuhan ekonomi 2013 yang ditargetkan pemerintah sebesar 6,8 persen bakal tercapai. Pasalnya, sejauh ini penanganan krisis ekonomi di Eropa dan Amerika Serikat masih belum memiliki kepastian.
Kecuk menegaskan, situasi global memiliki andil yang besar bagi pelemahan ekonomi di dalam negeri, karena berpengaruh langsung terhadap kinerja perdagangan. “Pencapaian target 6,8 persen di 2013 sangat bergantung pada situasi global. Kalau krisis global terus berlanjut, maka neraca perdagangan Indonesia akan tetap defisit. Mungkin akan susah untuk mencapai target ini,” papar dia.
Namun demikian, jelas Kecuk, jika investasi terus didorong hingga mampu menutupi kelamahan di sisi perdagangan, maka dimungkinkan target yang diharapkan pemerintah akan tercapai. Terlebih lagi, lanjut dia, kontribusi konsumsi rumah tangga masih relatif stabil.“Kalau investasi bisa dipacu dan itu bisa mengkompensasi defisit, mungkin bisa dengan terobosan seperti itu. Karena, konsumsi rumah tangga juga segitu-gitu saja,” ujar dia
Suhariyanto menambahkan, pemerintah juga perlu mencari pasar alternatif di beberapa negara lain dan memperkuat pasar dalam negeri dengan menghasilkan produk yang unik. “Produk yang spesifik Indonesia yang tidak bisa dimiliki negara lain. Kalau kita bicara industri kerajinan, itu merupakan produk unik. Selama ini kan ekspor kita masih barang mentah,” pungkas dia (gam/bud)