SURABAYA – Kebijakan Pemkot Surabaya lewat Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Kota Surabaya yang berkerja sama dengan Persatuan Perusahaan Periklanan Indonesia (P3I) dan Persatuan Usaha Reklame Indonesia (PURI), yang berencana untuk menertibkan ratusan reklame ‘bodong’ atau bermasalah dikritisi kalangan legislator DPRD Surabaya.
Hal ini diungkapakan Ketua Komisi C DPRD Surabaya, Sachirul Alim Anwar. Dirinya mengatakan, jika Pemkot Surabaya masih tebang pilih dalam menertibkan reklame ‘bodong’. Hal ini beralasan, karena di sepanjang ruas jalur protokol masih banyak reklame bermasalah yang masih tegak berdiri. “Kami melihatnya seperti itu, kan itu tidak sesuai dengan janji yang selama ini diungkapkan di dewan,” ungkap dia. Kamis (30/5) kemarin.
Dirinya menambahkan, jika pihaknya sudah berulangkali mengkritisi persoalan ini. Namun tampaknya Pemkot Surabaya belum melakukan tindakan apa-apa. Bahkan, berdasarkan data yang masuk ke dewan masih ada ribuan reklame bodong yang masih berdiri.
“Sebaiknya, yang tidak berizin dirobohkan. Saya melihat banyak reklame tak berizin di Jl. Basuki Rachmat masih berdiri tegak. Sementara, reklame kecil-kecil yang berada di toko-toko disikat semua. Ini kan tidak adil namanya,” kata dia.
Selain itu, sampai saat ini masih banyak reklame yang berdiri di tepi jalan umum dengan jarak kurang dari separuh lebar jalan. Padahal, dalam Peraturan Walikota (Perwali) Surabaya No. 79 Tahun 2012 Tentang Tata Cara Penyelenggaraan Reklame, dengan jelas menyatakan, jika tiang reklame di tepi jalan umum harus berada di persil dengan jarak dari separuh lebar jalan.
Politisi dari partai berlambang Tiga Berlian ini mencontohkan, pemasangan reklame di Jl. Basuki Rachmad minimal jaraknya harus sekitar 7 hingga 8 meter dari badan jalan. Namun, faktanya reklame di jalan tersebut rata-rata bejarak hanya 3 sampai 4 meter saja. “Ini kan pelanggaran, kenapa dibiarkan,” keluh dia.
Sementara itu, menyikapi kritikan Dewan tersebut, Kepala Dinas Cipta Karya dan Tata Ruang (DCKTR) Pemkot Surabaya, Agus Imam Sonhaji mengatakan, jika pihaknya saat ini sudah bersinergi dengan biro reklame. Hal ini dilakukan agar upaya Pemkot Surabaya dalam penataan reklame lebih efektif.
Dirinya juga membantah tudingan beberapa pihak jika Pemkot Surabaya terkesan membiarkan dan tebang pilih dalam penertiban reklame bodong. Namun, dirinya mengakui jika selama ini memang ada miss komunikasi antara Pemkot dan biro reklame.
“Selama ini dikesankan seolah-olah siapa memantau siapa. Sebetulnya tidak. Kita ada kesamaan visi untuk membuat reklame tertib, rapi, dan berestetika. Apalagi, selama ini ditemukan berbagai titik ternyata bukan dari teman-teman di asosiasi. Karena itu, kita akan turun bersama,” ungkap dia.
Sementara itu, Ketua Persatuan Usaha Reklame Indonesia (PURI), Gatot mengatakan, anggota asosiasi yang dipimpinnya sebagaian besar tidak bermasalah dengan administrasi perizinan. Bahkan, kalaupun ditemukan ada yang bermasalah, jumlahnya tidak lebih dari 5 persen. Dirinya menyatakan, sebagian besar mereka adalah oknum yang belum tergabung dalam asosiasi. “Makanya, saya anjurkan pemkot agar menjadikan rekomendasi asosiasi sebagai syarat pengurusan izin, sehingg kami dapat ikut mengawasi,” ujar dia.
Sayangnya, masukan tersebut ditolak oleh Kepala DCKTR Kota Surabaya. Agus Imam Sonhaji, dengan alasan, jika pihaknya tidak ingin menambah beban birokrasi dan layanan administrasi bagi pengusaha yang ingin mendirikan reklame, dan kemudahan untuk perizinan tersebut seharusnya bukan kendala, jika pengurus biro mentaati peraturan. (wan/kas)