SURABAYA – Mantan Bupati Bojonegoro, HM Santoso (70) resmi menerima tambahan hukuman dari kasus korupsi kedua-nya di Pengadilan Tipikor Surabaya, Rabu (29/5). Oleh Majelis hakim yang diketuai Suwidya, Ia dan mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Bambang Santoso divonis berbeda dalam kasus korupsi pembebasan lahan proyek Mobile Cepu Limitet (MCL).
Dalam amar putusannya, Suwidya menjatuhkan hukuman enam tahun penjara, denda Rp 200 juta subsidair enam bulan penjara untuk HM Santoso. Ia juga dikenakan uang pengganti Rp 957,5 juta subsidair enam bulan penjara. Ini berarti, mantan orang nomor satu di Bojonegoro itu akan menjalani total hukuman 10 tahun, dengan rincian pidana empat tahun penjara dalam kasus korupsi APBD 2007 lalu dengan nilai kerugian negara Rp 6 miliar.
Lebih lanjut, Bambang Santoso, juga diputus bersalah secara sah dan meyakinkan dengan pidana penjara 2,5 tahun denda Rp 50 juta subsidair tiga bulan penjara. Duo Santoso ini dijerat dengan pasal yang sama, yakni pasal 3 juncto 55 ayat (1) UUTipikor No. 31/1999. Keduanya terbukti menyalahgunakan wewenang dan jabatannya untuk melakukan korupsi secara bersama-sama dan berkelanjutan.
“Memerintahkan Bambang Santoso untuk tetap berada dalam tahanan. Namun hukumannya dipotong masa tahanan yang telah dijalani sebelumnya,” ujar Suwidya di ruang sidang Cakra.
Dalam pertimbangannya, majelis menyebutkan jika terdakwa tidak berhati-hati dalam melaksanakan asas-asas pemerintahan dan memberikan efek tidak percaya kepada masyarakat. Selain itu, sebagai pejabat penting, terdakwa juga dinilai tidak memberikan contoh yang baik sebagai panutan masyarakat.
“Terdakwa juga tidak mendukung program pemerintah dalam memberantas tindak pidana korupsi,” tegas Suwidya.
Terkait pembelaan yang diajukan terdakwa perihal dana MCL bukanlah dana hibah, dibantah oleh majelis. Menurut majelis, sesuai keputusan Kemendagri No. 13/2006, dijelaskan hibah adalah uang yang diperuntukkan bagi program pemerintah, baik dalam bentuk devisa, rupiah, dolar dan lainnya, sehingga dapat disebut sebagai pendapatan daerah. “MCL merupakan anak perusahaan dari Mobile Exon asal Amerika Serikat. Sedangkan dana digunakan untuk pelaksanaan pemerintahan dan harus dicantumkan dalam belanja daerah. Tidak adanya naskah perjanjian, merupakan kesalahan terdakwa karena merupakan kewenangan tim,” beber majelis hakim secara bergantian.
Sementara itu, penuntut umum Nosleh Rahman, ditemui usai sidang menjelaskan jika penyalahgunaan wewenang yang dilakukan terdakwa sebagaimana disebutkan oleh majelis, yakni terkait tim koordinasi yang diisi oleh pejabat Pemda. Nah, ini yang disebut-sebut sarat sebagai penyalahgunaan jabatan. “Jadi pantaslah kalau pasal yang dikenakan yakni pasal 3. Sudah pantas untuk terdakwa (hukuman),” tegasnya.
Berbeda, Gede Bobby Aryawan, penasehat hukum HM Santoso, memastikan jika pihaknya menyatakan banding segera usai menjalani persidangan. Baginya, tidak adanya naskah perjanjian MCL yang diakui sebagai MoU, hanyalah tafsiran saja dan bukan merupakan dana hibah. “Ini yang perlu kami luruskan. Hari ini (Kemarin) juga kami ajukan banding,” tandasnya.
Duo Santoso ini didudukkan sebagai pesakitan karena diduga melakukan penyelewengan dana dari MCL ke Pemkab Bojonegoro sebesar Rp. 3.814.650.000 (Rp 3,8 M), untuk keperluan pembebasan lahan. Dana diberikan MCL Berdasarkan MoU antara Pemkab dengan MCL bernomor 188/04/412.12/2007 tanggal 16 Mei 2007, ditandatangani Bupati Bojonegoro, HM Santoso, dan Brian D. Boles, Presiden and General Manager MCL.
Sesuai UU No 1/2004 tentang Perbendaharaan Negara dan Peraturan Menteri Dalam Negeri No 13/2006 tentang Pedoaman Pengelolaan Keuangan Daerah, seharusnya uang dari MCL tersebut dimasukkan ke rekening kas daerah (Kasda). Tapi, oleh HM Santoso, dana dimasukkan ke rekening Tim Koordinasi dan Pengendali Pembebasan Tanah untuk keperluan MCL. Tim ini diketuai Wakil Bupati Bojonegoro Talhah. Adapun HM Santoso (terdakwa 1) bertindak selaku Pelindung, sementara mantan Sekda Santoso (terdakwa 2) sebagai Ketua I.
Rencana waktu itu, dana MCL dibagi-bagi sebagai honorarium Muspida koordinator kabupaten, kecamatan, hingga desa, dan untuk operasional rapat dan perjalanan dinas. Berdasarkan nota dinas, HM Santoso selaku bupati memberikan disposisi kepada Sekretaris I tim, Kasmoeni, serta memerintahkan untuk mencairkan dana bantuan MCL sebesar Rp 3,8 miliar dari rekening giro Bank Jatim cabang setempat. Setelah cair dana kemudian dibagi-bagi ke sejumlah oknum.
Berdasarkan berkas perkara, HM Santoso diduga menikmati uang tersebut sebesar Rp 957,5 juta, Bambang Santoso kebagian Rp 85 juta, mantan Kepala Sat Pol PP Edi Santoso Rp 412 juta lebih, mantan Kabag Perlengkapan Sekretaris Daerah Muftuchin Rp 154 juta lebih, dan mantan Kabag Keuangan kecipratan Rp 300 juta. Sisanya, Rp 1.149.120.000 miliar diduga dibagi-bagi ke oknum pejabat Pemkab Bojonegoro lainnya. (kas)