JAKARTA- Pemberian perempuan sebagai pramunikmat kepada pejabat negara dengan misi mempengaruhi keputusan tertentu, masuk dalam kategori korupsi, suap dan gratifikasi. Sayangnya, implementasinya sering bias. Karena itu perlu aturan yang lebih tegas lagi agar semua gratifkasi, apapun namanya termasuk kategori suap dan korupsi. “Indonesia ini paling lengkap, sudah diatur mengenai permainan uang dan seks. Bahwa yang namanya gratifikasi itu termasuk suap, meski masih ada tafsir lain karena dalam UU secara tertulis tidak disebut,” kata pengamat Hukum Pidana, Akhiar Salmi dalam diskusi “Menakar Sanksi Gratifikasi Seks” bersama anggota Komisi III DPR RI Ahmad Yani, dan praktisi hukum Farhat Abbas di Jakarta, Kamis (30/5)
Menurut Dosen FH Universitas Indonesia ini, hukuman kepada para penerima suap inipun juga sudah jelas. Dari penjara badan hingga denda uang. “Sanksinya pun jelas, ada seumur hidup, hukuman sementara dengan penjara selama 5 sampai 10 tahun, dan denda pokok Rp 200 juta sampai Rp 1 miliar,” terangnya
Namun sayangnya, anggota Komisi III F-PPP, Achmad Yani belum sepakat istilah gratifikasi seks masuk dalam kategori korupsi. Alasannya, dalam hukum Indonesia belum dikenal. “Kalau pun bisa dimasukkan, bisa masuk ke delik perzinaan,” ujarnya
Sementara menurut Praktisi hukum Farhad Abbas, perempuan yang disodorkan sebagai pemuas seks kepada pejabat dalam rangka mempengaruhi sebuah keputusan tertentu, itu sama dengan korupsi, suap dan gratifikasi. “Jadi, perempuan itu sebagai sarana sangat berbahaya untuk gerogoti uang negara melalui korupsi yang dilakukan oleh oknum pejabat,” ujarnya
Malah Farhat memberikan contoh, kasus mantan Ketua KPK Antasari Azhar dengan Rani, dan sekarang ini perempuan-perempuan Fathanah terkait impor daging yang melibatkan mantan Presiden PKS Luthfi Hasan Ishaaq, dan lain-lain. Terbukti selain mempengaruhi kebijakan, perempuan-perempuan itu dengan sendirinya menggerogoti uang negara, melalui korupsi yang dilakukan pejabat. Karena itu, KPK nantinya diharapkan memiliki pelacak selain untuk menangkap koruptor, dan selingkuhannya,” terangnya
Ditempat terpisah, Juru Bicara KPK Johan Budi SP menegaskan hingga kini Darin Mumtazah, pelakar SMK yang disebut-sebut “istri simpanan” mantan Presiden Partai Keadilan Sejahtera (PKS) belum dicegah ke luar negeri. Hingga saat ini, pelajar itu masih bebas ke luar negeri. “Barusan aku cek, belum ada pencekalan,” tegasnya
Lebih jauh kata Johan, hingga kini KPK belum menemukan Darin Mumtazah di rumahnya yang beralamat di Jatinegara, Jakarta Timur. Remaja putri yang lulus SMK beberapa hari lalu itu rencananya akan diminta keterangan sebagai saksi kasus Luthfi Hasan Ishaaq. “Tadi penyidik berencana memanggil Darin dengan mendatangi yang bersangkutan dengan membawa surat panggilan,” tuturya
Namun tim KPK gagal menemukan Darin. Tim tersebut, mendatangi rumah Darin di Cipinang Cempedak, Jatinegara, Jakarta Timur. “Tapi Darin tidak ada di tempat,” kata Johan.
Meski begitu tim KPK tetap akan terus mencari keberadaan Darin. Apalagi hari ini, berkas untuk Luthfi hasan dinyatakan lengkap untuk dilimpahkan ke penuntutan. “Masih (dicari -red) sampai hari ini,” pungkasnya. (gam/cea)