BOJONEGORO – Pemkab Bojonegoro, Jawa Timur, menggelar dialog antara pengurus Majelis Tafsir Al Quran dengan warga Desa/Kecamatan Ngambon, sebagai usaha menyelesaikan konflik masalah keagamaan antara kedua belah pihak.
Kepala Bakesbangpol Linmas Bojonegoro Lukman Wafi, Kamis, mengatakan dialog antara MTA dengan perwakilan warga Desa/Kecamatan Ngambon di kantor kabupaten merupakan yang kedua kalinya.
Sebelumnya, katanya, jajaran Muspika Kecamatan Ngambon juga sudah berusaha mendamaikan dengan mempertemukan perwakilan warga dengan pengurus MTA sebanyak enam kali, tapi tidak membuahkan hasil. “Dialog yang digelar di pemkab ini atas inisiatif pihak yang berkonflik,” ucapnya.
Ia menjelaskan konflik antara warga Desa/Kecamatan Ngambon dengan kegiatan MTA di desa setempat sudah berjalan cukup lama. Konflik itu dipicu kegiatan pengajian yang digelar MTA di desa setempat yang dihadiri warga dari luar yang dianggap meresahkan warga.
“Keresahan warga terjadi karena dalam pengajian yang digelar MTA isinya menyinggung perasaan warga, tapi warga tidak memiliki bukti. Pengurus MTA yang kami tanya juga membantah pernah menyampaikan dakwah yang menyinggung perasaan warga,” paparnya.
Oleh karena itu, menurut dia, pertemuan antara perwakilan warga dengan jajaran pengurus MTA sebagai langkah untuk mencapai kata sepakat, agar konflik tidak berkepanjangan.
“Secara hukum keberadaan MTA sah, sehingga keinginan warga sekitar yang meminta MTA tidak ada di desanya tidak mungkin bisa dikabulkan,” jelasnya.
Selain itu, katanya, pihaknya juga menggelar dialog antara pengurus Kelenteng Hok Swie Bio dengan anggotanya yang terlibat konflik mengenai laporan keuangan di kelenteng itu.
“Sesuai kesepakatan antara pengurus Kelenteng Hok Swie Bio dan anggotanya mengenai laporan keuangan kelenteng akan diaudit oleh Inspektorat Pengawasan Daerah (Irwasda) Pemkab Bojonegoro,” jelasnya.
Ia juga menjelaskan silang pendapat juga terjadi antara organisasi kemasyarakatan (ormas) dengan rencana pembangunan sebuah gereja di Kelurahan Karangpacar, Kecamatan Kota.
Untuk mengatasi silang pendapat itu, lanjutnya, pihaknya juga menggelar dialog antara perwakilan ormas dengan pengurus pembangunan gereja.
“Pengurus pembangunan gereja sepakat untuk melengkapi persyaratan pembangunan dengan minta persetujuan organisasi kemasyarakatan (ormas),” ucapnya.
Ia menambahkan dialog yang digelar itu cukup efektif untuk menyelesaian berbagai permasalahan agama yang terjadi agar tidak berkembang. (ant/rah)