PROBOLINGGO- Rencana kenaikan tarif angkutan kota (angkot) mulai menjadi perhatian. Tak terkecuali Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Probolinggo. Opsi yang ditawarkan oleh Paguyupan Sopir dan Organda dengan skema Rp.4.000 bagi penumpang umum dan Rp.3.000 karyawan, pabrikan dan pelajar, dinilai terlalu tinggi.
“Pada mulanya kami minta kenaikan Rp. 4.000 sesuai hitung-hitungan kami. Namun, Dishub rupanya punya perhitungan tersendiri, sehingga setelah diskusi kami belum sepakat untuk tarif angkutan kota, antar kota antar provinsi,” kata Sayudi, Ketua Paguyuban Sopir Angkutan Umum Kota Problinggo, dalam rapat koordinasi bersama Sekdakot, Dishub, Satlantas Polres Probolinggo Kota, beserta Organda, Selasa (25/6).
Sayudi mengatakan, berdasarkan fakta dilapangan, pada setiap angkutan kota telah menaikan tarif menjadi Rp.4.000, bertepatan dengan keputusan pemerintah menaikkan harga premium menjadi Rp6.500 per liter dan solar Rp 5.500 per liter.
“Kadangkala pulang pergi penumpang kosong. Tarif baru membuat sopir bagaikan buah simalakama, kalau tidak dinaikan darimana untuk uang setoran. Fakta dilapangan penumpang lebih banyak menggunakan sepeda motor. Sopir serba susah, meskipun tarif dinaikan penumpang juga sepi,”keluh Sayudi.
Menyikapi keluhan itu, Sekdakot Probolinggo, Johny Hariyanto, menyatakan akan mengkaji terlebih dahulu tariff angkutan kota. Dan berharap bagi pengusaha biaya setoran jangan dinaikan terlebih dulu, sekalian tahu keseimbangannya berapa dari penumpang.
“Kita akan laporkan pada Walikota Probolinggo untuk mengusulkan kenaikan tarif angkutan kota sebesar Rp.3.500, yakni untuk karyawan dan pabrikan sebesar Rp.3.000, penumpang umum Rp.3.500, dan pelajar Rp.2.000. Kita riskan kala naik 40 persen, bilaman tidak disetujui Gubernur,”terang Sekdakot Probolinggo.
Secara formal, lanjut dia, pemkot Probolinggo menetapkan kebijakan itu harus berlandaskan hukum. Walaupun sopir mengaku tarif Rp.3.500 banyak penumpang membayar Rp.3.000.” Jangan sampai mempengaruhi sopir angkot yang lain, hingga tidak mau mengambil penumpang,”ucap Johny Hariyanto.
Mendengar hal itu, Ketua Paguyuban Sopir Angkot, menyatakan tetap pada pendiriannya sepakat menaikan tarifmenjadi Rp.4.000. “Kami berharap kebijakan Pemkot Probolinggo yang pro sopir, pro womg cilik. Padahal tiap tahun, sebanyak 215 sopir angkot membayar retribusi sebesar Rp.500 ribu pertahun. Faktanya, angkutan kota dan sopirnya tidak pernah diperhatikan,”celetuk Suyudi.
Sementara itu, Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) Kota Probolinggo, Sunardi, mengungkapkan memang kenaikan tarif angkutan kota perlu perlu dibijaksanai akibat kenaikan BBM yang berimbas pada angkutan kota.
Kalau hitung-hitung kenaikan tarif angkot, lanjut dia, untuk karyawan, pabrikan sudah kenaikannya 50 persen. Hal ini, memang bisa disikapi karena sudah tercukupi. Ketentuan kenaikan dari pemerintah 20 persen, dan organda mengusulkan 30 persen. Akhirnya pemkot mengambil jalan tengah.
“Apapun yang dilakukan dilapangan, harus ada landasan hukumnya. Saya minta kearifan sopir angkot dilapangan, karena penrikan ongkos jarak jauh dan dekat sama saja. Jadi sama-sama enak kalau dilapangan tetap Rp.3.500. Tak hanya itu, Sunardi, meminta untuk berfikir secara realistis. Toh dilapangan, empat bulan sekali dilakukan evaluasi,” ,”terang Sunardi.
Tak berhenti disitu, seluruh Paguyuban Angkutan Kota Probolinggo tetap bersikukuh. “Kalau pemkot tetap ngotot tarif Rp.3.500, pagayuban masih pikir-pikir lagi. Itu yang kami inginkan. Jika masih ada masyarakat Kota Probolinggo mengada-ada, itu hanya segelintir orang, tapi faktanya sadar semua atas kenaikan tariff menjadi Rp.4.000,”ucap Sayudi.
Pihak Dishub Kota Probolinggo, akhirnya memutuskan untuk melakukan jajak pendapat selama seminggu, untuk mengetahui seberapa besar tanggapan masyarakat tentang kenaikan tariff angkot menjadi Rp.4.000.”Jangan naikan sekarang, karena masyarakat belum tahu persis kenaikan tariff angkot,”tutur Sunardi.
Kenaikan Harus Rasional
Rencana kenaikan tarif angkutan kota dari Rp 3.000 menjadi Rp 4.000, dinilai sangat memberatkan. Kalangan pengguna jasa angkot keberatan jika tarifnya dinaikkan dengan harga yang cukup fantastis.
Salah satu warga Fachriyani,(20), menolak kenaikan tarif angkutan kota hingga Rp 4.000 tersebut. Ia mengaku, usulan kenaikan tersebut terlalu tinggi. Nilai itu dianggapnya sangat memberatkan, khususnya wong cilik. “Saya tidak sepakat kalau kenaikannya sampai Rp 1.000. Itu sangat berat karena kenaikannya sangat signifikan,” keluhnya.
Dia mengaku tak menolak tarif angkot naik ketika harga bahan bakar minyak (BBM) jadi dinaikkan. Namun kenaikan BBM yang diperkirakan hanya naik Rp1.500 khususnya untuk jenis premium, jangan dijadikan alasan untuk menaikkan tarif angkot dari Rp.3.000 menjadi Rp. 4.000. Para pengguna jasa angkot, kata dia, akan merasa sangat berat dengan angka kenaikan tersebut.
Berbeda dengan Yulianti, (24) warga Jalan KH. Hasan Genggong, mengaku sepakat dengan usulan kenaikan tarif angkot menjadi Rp 4.000. Menurutnya, sebagai karyawan swasta yang menggunakan jasa angkot, kenaikan sebesar itu dianggap sangat rasional. “Saya sepakat. Asalkan naiknya Rp.1.000 saja. Apalagi jika kenaikannya masih dalam batas kewajaranitu,” kata Yulianti.
Jika usulan kenaikan itu tidak rasional, lanjut dia, maka kemungkinan akan banyak orang mencari alat transportasi alternatif selain angkot. Malah, sebagian dari mereka akan beralih membeli kendaraan roda dua, kendati dengan cara kredit.
“Daripada mengeluarkan puluhan ribu rupiah setiap hari, , lebih baik diinvestasikan membeli sepeda motor,”pungkasnya. (hud).