SURABAYA – Puluhan mahasiswa yang tergabung dalam Serikat Mahasiswa Indonesia (SMI) Komite Pimpinan Cabang Surabaya, Rabu (13/6), kemarin, menggelar aksi di depan Gedung Negara Grahadi, di jalan Gubernur Suryo, Surabaya. Aksi ini dilakukan untuk menolak rencana pemerintah yang akan menaikkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) pada Juli mendatang.
Salah satu koordinator aksi, Feri dalam aksinya, meneriakkan jika rencana pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) – Budhiono untuk menaikkan harga BBM bukan mensejahterakan rakyat melainkan memiskinkan rakyat Indonesia.“Mencabut subsidi sama dengan menyengsarakan rakyat Indonesia”, teriak dia.
Dirinya menambahkan, jika opsi pemerintah dengan menarik subsidi dan memberikan Bantuan Langsung Sementara Masyarakat (BLSM) bukan solusi tepat untuk meningkatkan taraf hidup rakyat Indonesia. Bahkan, pihaknya menilai jika alasan pemerintah untuk SBY-Budiono untuk menyesuikan harga BBM bersubsidi untuk menyelamatkan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) merupakan ‘sesat pikir’.
Hal ini beralasan, karena alokasi anggaran yang digunakan untuk subsidi BBM dan tabung LPG 3 kg hanya Rp. 193,80 triliun, sedangkan alokasi anggaran belanjan pemerintah pusat dan transfer ke daerah sebesar Rp. 1.638,01 triliun. Angka tersebut belum ditambah alokasi anggaran pembiayaan dalam negeri dan kuar negeri sebesar Rp. 153,34 triliun.“Alokasi anggaran subsidi BBM dan tabung LPG 3 kg jauh lebih kecil disbanding dengan alokasi anggaran belanja negara. Jadi, alasan pemerintah mencabut subsidi BBM karena menganggap subsidi BBM suber defisit APBN adalah sesat piker,”tegas dia.
Sebelungnya, puluhan pemuda yang tergabung Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) dari DPD Surabaya, juga menggelar aksi serupa untuk menolak rencana pemerintah SBY-Budhiono untuk menaikkan harga BBM pada Juli mendatang. Bahkan, HTI menuding kebijakan pemerintah SBY-Budhiono mendzalimi dan mengkninati rakyat Indonesia.
Hal ini diungkapkan Sekretaris Humas HTI Jatim, Rif’an. Dirinya mengatakan, alasan pemerintah untuk menungurangi alokasi anggaran subsidi BBM patut dipertanyakan. Hal ini beralasan, karena dengan menaikkan harga BBM dari Rp. 4.500 perliter menjadi Rp. 6.500 perliter hanya menghemat APBN sebesar Rp. 21 triliun pertahun. Padahal, setiap tahun pemerintah SBY-Budhiono tidak dapat menyerap APBN secara maksimal. “Apakah sedemikian gentingkah kondisi APBN kita, sehingga subsidi harus segera dikurangi. APBN tahun 2012 masih sisa Rp. 32,7 triliun, itu kan sudah lebih dari cukup untuk menutup alokasi anggaran subsidi BBM,” kata dia.
Dirinya menambahkan, jika kebijakan pemerintah SBY-Budhiono mencabut subsidi BBM, merupakan kebijakan yang mendzalimi rakyat Indonesia. Hal ini beralasan, karena menurut hasil Sensus Ekonomi Nasional (SUSENAS) 2010, 65 persen pengguna BBM adalah kalangan rakyat kelas bawah dan miskin, 27 persen kelas menengah, 6 persen kelas atas, dan hanya 2 persen dari kalangan elit kaya.“Ini sudah jelas-jelas mendzalimi rakyat Indonesia,” tambah dia.
Selain itu, dirinya menganggap kebijakan tersebut juga mengkhinati rakyat Indonesia. Karena menaikkan harga BBM hanya untuk mensukseskan liberalisasi sektor hilir, dalam hal ini sektor niaga dan distribusi. Setelah sukses dalam sektor hulu, dalam hal ini ekplorasi dan eksploitasi.“Jadi, jelas sekali kebijakan menaikkan harga BBM adalah bentuk penghinatan pada rakyat Indonesia yang sangat nyata,” tegas dia.
Seperti diketahui, pemerintah SBY-Budhiono akan mengumumkan kenaikan harga BBM pada bulan ini. Pengumunan kenaikan BBM akan dilakukan setelah DPR-RI menyetujui APBN Perubahan dan kompensasi BLSM terkait dicabutnya alokasi anggaran subsidi BBM. (wan/kas)