SURABAYA – Pembahasan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Bangunan yang saat ini digodok oleh Panitia Khusus (Pansus) DPRD Surabaya kembali berakhir deadlock. Hal ini disebabkan, karena besaran persentase denda terhadap bangunan yang melanggar izin mendirikan bangunan yang diajukan oleh Dinas Cipta Karya Dan Tata Ruang (DCKTR) Kota Surabaya diangap Pansus terlalu memberatkan.
Hal ini diungkapkan anggota Pansus Raperda Bangunan DPRD Surabaya, Masduki Toha. Dirinya mengatakan, denda dari yang akan diberlakuka harus jelas sasarannya. Artinya, denda untuk rumah mewah harus berbeda dengan rumah milik warga yang tingkat ekonominya menengah kebawah. “Maksimal denda 10 persen dari nilai bangunan itu harus ada klasifikasinya, masak tidak ada bedanya denda antara rumah mewah dengan rumah reot,” kata dia. Rabu (19/6).
Meyikapi hal itu, pihaknya berharap Pemkot Surabaya melalui DCKTR kota, merumuskan kembali persentase denda yang layak dan umum bagi bangunan yang ada disurabaya. Hal ini beralasan, karena jika dipukul rata maksimal denda 10 persen dari nilai bangunan cukup rawan disalah gunakan oleh oknum Pemkot Surabaya nantinya untuk mengeruk keuntungan pribadi. “Hayo, siapa yang bertanggung jawab jika Raperda yang disahkan menjadi Perda nantinya disalahgunakan. Untuk itu, Raperda Bangunan juga harus dirumuskan menutup peluang terjadinya penyalahgunaan,” ujar dia.
Hal senada juga diungkapkan Wakil Ketua Pansus Raperda Bangunan, Khusnul Kotimah. Dirinya mengatakan, jika pembahasan Raperda memang memerlukan perjalanan panjang. Hal ini dimaksudkan agar Raperda bangunan nantinya bisa menjadi Perda yang bermanfaat bagi masyarakat Surabaya dan Pemkot Surabaya. “Maka dari itu, masukan dan kritikan dari anggota Pansus sangat dibutuhkan untuk sempurnanya Raperda Bangunan,” ungkap dia
Dirinya menambahkan, jika denda tersebut juga berlaku pada bangunan yang telah didirikan puluhan tahun lalu. Hal itu sesuai dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh DCKTR Kota Surabaya dalam draft pengajuan revisi Perda tersebut.
Menyikapi hal itu, Politisi dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) inimenegaskan, terkait pasal yang diubah dalam revisi Perda tersebut, yakni Pasal 72 yang berbunyi sanksi denda administrasi didenda maksimal, sementara sebelumnya denda ini tidak ada. Jika perubahan Perda ini disetujui, maka dapat dipastikan akan menimbulkan gejolak di masyarakat.“Saya akan coret usulan itu,” pungkas dia.
Seperti deketahui, pembahasan revisi Peraturan Daerah (Perda) Nomor 7 Tahun 2009 Tentang Bangunan yang saat ini sedang digodok oleh Panitia Khusus (Pansus) DPRD Surabaya diprediksi akan memakan waktu lama. (wan/kas)