PROBOLINGGO – Nasib sial dialami Ainun Khalik (11), siswa kelas empat yang baru naik kelas lima, SDN Kedungasem III Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo. Ia, terpaksa dikeluarkan sepihak oleh pihak sekolah karena faktor kenakalan yang dinilai sudah kelewat batas, usai menerima raport kenaikan kelas.
Hari-hari ini, Ainun Khalik, putra pasangan Badruz (40) dan Idawati (37) warga jalan Kapten Saru RT 03 RW 06 Kelurahan Kedungasem Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo tak lagi mengenakan seragam merah-putih layaknya anak seusianya. Begitu bangun juga tak lagi mandi persiapan berangkat sekolah. Sekarang sesudah sarapan tanpa harus mandi lebih dahulu. Ia hanya bermain disekitar rumah tanpa ada teman lagi
Kondisi demikian menambah beban susah orang tua. Orang tua Ainun Khalik, Badruz, mengaku tak terima dengan keputusan pihak sekolah yang telah mengeluarkan anaknya yang dianggap nakal. Ia sudah meminta pihak kepala sekolah untuk memberi kelonggaran agar anaknya bisa dibina dan bisa sekolah lagi.
“Saya sudah minta kelonggaran kepada pihak sekolah. Namun, kata kepala sekolah, keputusan tersebut sudah final, bahwa Ainun Khalik harus keluar dari SDN Kedungasem III Kota Probolinggo,”ujarnya, saat ditemui wartawan di rumahnya di Jl Kapten Saru, Kelurahan Kedungasem Kota Probolinggo, Kamis (27/6).
Badruz bercerita, Jum’at (21/6) kemarin Ainul Khalik didampingi ibunya Idawati untuk mengambil raport kenaikan kelas, namun raportnya tidak diberikan oleh wali kelas IV, dengan alas an Ainul Khalik nakal. Karena tak bias menerima raport, akhirnya pulang.
Keesokan harinya, Sabtu (22/6) berganti Badruz datang ke sekolah untuk menanyakan raport Ainul Khalik yang tidak juga diberikan oleh pihak sekolah. Sampai di sekolah, Badruz langsung ditemui Kepala Sekolah Biyati, SPd bersama wali kelas IV, Harningtyas Eka.’
“Bagaimana raport Ainul Khalik, anak saya tidak bisa diberikan ? Lantas wali kelas, Harningtyas Eka, menjawab karena Ainul Khalik punya masalah, karena sering meminta uang kepada teman-temannya. Kalau tidak diberi, sering memukul temannya,”cerita Badruz.
Mendapat informasi itu, Badruz menyampaikan bahwa putranya tidak mungkin berbuat seperti itu. Namun wali kelasnya tetap tidak mau tahu, alasannya Ainul Khaliq tetap nakal, dan sudah tidak bisa sekolah di SDN Kedungasem III, dan harus mencari sekolah lain.
“Bagaimana kalau sampai anak saya tetap dikeluarkan dari sekolah. Padahal, sudah menghadap untuk meminta agar Ainul Khalik tetap bersekolah. Saya meminta diberi waktu satu tahun, dan 1-3 bulan tetap tidak mau berubah, silakan Ainul Khalik dikeluarkan dari sekolah,”terang Badruz.
Sementara itu, Ainul Khalik mengaku setelah menerima raport merasa sangat gembira karena saya kelas, tetapi setelah orang tua saya di panggil oleh kepala sekolah dan wali kelas ternyata tidak boleh masuk sekolah lagi.
“Saya menangis ke pangkuan ibu, ternyata pihak sekolah sudah tidak memperbolehkan untuk sekolah di sini lagi. Pihak sekolah, pada waktu itu juga mengeluarkan saya,’’ucapnya.
Tak hanya itu, Ainul Khalik, menulis surat untuk memohon kepada pihak sekolah agar bisa sekolah lagi. Isi suratnya seperti “Bu maafkan Ainun Khalik. Saya memang bersalah. Saya malu pada teman-teman saya. Saya janji bu tak akan mengulangi lagi. Saya ingin mengejar cita-cita saya. Kenapa ibu tega mengeluarkan saya, aku saying pada ibu guru, terima kasih. Wassalam, Ainul Khalik,”.
Sayangnya pihak Kepala Sekolah dan Wali Kelas Ainul Khalik, di SDN Kedungasem III Kecamatan Wonoasih Kota Probolinggo tidak bisa dihubungi. Terlebih lagi, proses belajar mengajar sudah memasuki liburan hingga tanggal 15 Juli 2013 yang akan datang.
Menyikapi hal itu, Sekretaris Dewan Pendidikan Kota Probolinggo, Dra. Kustianah, menyanyangkan pihak sekolah yang telah memberhentikan siswa hanya karena sering berbuat nakal di sekolah.
Menurutnya, kebijakan itu bukanlah solusi yang baik. Karena kemudian, secara psikis, siswa akan semakin terguncang. Dan bila tidak memiliki kekuatan pendukung yang baik, akan melahirkan individu yang semakin jauh dari kebaikan.
“Kebijakan itu sudah tidak benar. Sekolah, telah dimandatkan oleh negara ini, untuk melakukan pendidikan. Bukan semata pengajaran. Membangun dan berbagi kasih sayang pada siswa, menjadi tugas sekolah, dengan segenap perangkatnya,”terang Kustianah.
Kustianah menambahkan, mengeluarkan siswa hanya akan melahirkan generasi yang sakit hati. Sekolah justru harus menjadi sandaran baru bagi mereka. Membangun ulang model komunikasi. Mengubah sekolah menjadi tempat yang nyaman bagi siswa. Hingga menjadi keluarga baru bagi siswa.
“Sebaiknya sekolah tidak melepaskan tanggung jawab mendidik, dengan mengeluarkan mereka dari sekolah, yang harusnya menjadi rumah kedua bagi mereka dalam berkehidupan di masa mudanya,”pungkasnya.(hud).