PAMEKASAN – Pemerintah Kabupaten Pamekasan berencana membuat kartu raskin yang akan diberikan kepada Rumah Tangga Sasaran (RTS). Pembuatan kartu itu sebagai langkah menekan terjadinya penyelewengan beras untuk rakyat miskin di wilayah itu. Itu juga merupakan bagian dari rencana merubah pola distribusi raskin.
Bupati Pamekasan, Achmad Syafii mengatakan kartu itu akan dipergunakan penerima raskin untuk menebus jatah beras mereka. Sehingga kemungkinan untuk ditebus oleh pihak yang sebetulnya tidak memiliki hak, akan lebih kecil.
“Ini hanya upaya untuk mengurangi penyelewengan raskin, di samping upaya lain yang kami lakukan,” katanya.
Kartu raskin diharapkan juga bisa mengurangi kemungkinan daftar penerima diubah secara subyektif dan bisa digunakan untuk mempercepat proses sosialisasi hak rumah tangga sasaran.
Saat ini, pembuatan kartu itu masih dalam pembahasan tim khusus bersamaan dengan pembahasan rencana perubahan pola distribusi raskin yang sebelumnya melalui kepala desa ke kelompok masyarakat (pokmas).
Syafii menjelaskan ke depan dia akan mewajibkan masing-masing kepala desa untuk memampangkan nama-nama penerima raskin di papan-papan pengumuman yang ada di balai desa dan tempat-tempat strategis lainnya di masing-masing desa. Nama-nama calon penerima itu perlu diumumkan agar masyarakat bisa menilai tingkat ketepatan data penerima program tersebut.
“Kalau ada yang dinilai tidak pas, bisa segera dikoordinasikan untuk segera dilakukan perbaikan. Sehingga, pada saat beras disalurkan, sudah tidak ada masalah lagi dengan data,” katanya.
Sebelumnya, DPRD Pamekasan bersama pemerintah setempat telah melakukan pembahasan tentang perubahan pola distribusi raskin dari kepala desa ke pokmas. Dan sampai saat ini pembahasan itu masih berlangsung.
Rencana perubahan pola distribusi raskin tersebut digagas, menyusul banyaknya kasus penyelewengan raskin yang diduga dilakukan oleh sejumlah oknum kepala desa di kabupaten ini.
Di antara kasus penyelewengan itu dilaporkan terjadi di Desa Larangan Badung, Kecamatan Palengaan. Di desa itu, bantuan raskin yang diterima masyarakat dilaporkan hanya 1 kilogram dengan harga tebus Rp 4 ribu perkilogram. Padahal sesuai dengan ketentuan, bantuan raskin seharusnya sebanyak 15 kilogram dengan harga tebus Rp 1.600 per kilogram.
Kasus raskin lainnya juga terjadi di wilayah Kecamatan Pademawu, yakni berupa penggelapan yang diduga dilakukan oleh koordinato raskin di wilayah itu, senilai Rp 200 juta lebih. Terakhir pada awal 2013, kasus dugaan penggelapan raskin kembali terjadi dengan perkiraan nilai kerugian negara sebesar Rp 2,6 miliar di Desa Larangan Slampar, Kecamatan Tlanakan.
Dugaan kasus itu terjadi selama kurun waktu 2010 hingga 2013 atau selama sekitar dua tahun lebih. Bantuan raskin hanya disalurkan selama tiga kali selama setahun, padahal bantuan itu semestinya setiap bulan sekali, termasuk bantuan raskin ke-13.
Hasil serap informasi DPRD Pamekasan menyebutkan masalah raskin bukan hanya terjadi di desa tertentu, tetapi hampir terjadi di semua desa di wilayah itu dengan model penyimpangan yang berbeda-beda, mulai dari pengurangan jatah bantuan hingga penggelapan bantuan.(awa/muj/rah)