PAMEKASAN – Calon Wakil Gubernur (Wagub) Jawa Timur, Said Abdullah mengatakan saat ini masih terkesan ada diskriminasi (perbedaan perlakuan) dari pemerintah terhadap lembaga pendidikan salafiyah dan pendidikan formal. Hal itu terlihat dari penyediaan program bantuan yang diberikan pemerintah yang hanya diberikan kepada pendidikan formal.
Semestinya, kata dia, sebagai lembaga pendidikan yang memiliki tujuan yang sama, yakni mencerdaskan generasi perbedaan perlakuan itu tidak terjadi. Sebab, antara lembaga pendidikan salaf dan non salaf, hanya dibedakan oleh metode yang digunakan.
“Lembaga pendidikan salafiyah, seperti madrasah diniyah dan lembaga pendidikan formal harus diperlakukan sama dan jangan sampai ada diskriminasi,” kata Said Abdullah di hadapan puluhan ulama dan tokoh masyarakat dalam acara buka bersama di Pondok Pesantren Kayu Manis, Kelurahan Jungcangcang, Pamekasan, Rabu (17/7).
Kalau pemerintah menyediakan program dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) untuk pendidikan formal, semestinya program yang sama juga disediakan untuk lembaga pendidikan salafiyah, meski nama dan mekanismenya berbeda.
Lembaga pendidikan salafiyah, kata Said, secara umum memiliki kesamaan dengan lembaga pendidikan formal. Yang membedakan hanyalah metoda dan materi yang diajarkan. Bahkan, lembaga pendidikan salafiyah memiliki keunggulan karena mengutamakan pendidikan karakter yang lebih menekankan pembentukan kepribadian yang sempurna (akhlaqul karimah). Sedang lembaga pendidikan formal, lebih menekankan pada pengetahuan dan pemahaman terhadap teori-teori.
Karenanya, anggota DPR RI itu, akan mendorong Pemerintah Provinsi Jawa Timur untuk menyediakan program yang serupa dengan program BOS, yang sumber pendanaannya menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), terutama jika ia terpilih sebagai Gubernur Jawa Timur.
“Jika saya oleh Allah diberi kesempatan untuk memimpin Jawa Timur bersama Bambang DH, saya akan mendorong agar Provinsi Jawa Timur merupakan provinsi pertama yang menyediakan program serupa BOS untuk pesantren salafiyah dan madrasah diniyah,” katanya.
Said juga menyatakan program pendidikan dan kesehatan di Jawa Timur masih perlu ditingkatkan. Ia mengakui capaian kedua sektor pembangunan itu sudah menunjukkan keberhasilan, namun tingkat keberhasilannya masih sangat kecil dibanding dengan potensi yang dimiliki.
Ia menilai potensi itu akan mampu mencapai hasil yang maksimal jika dikelola dengan baik untuk kemajuan di kedua bidang pembangunan tersebut. Di antara potensi itu adalah tenaga pendidik dan tenaga medis yang memadai, program-program di kedua bidang, serta tingkat kesadaran masyarakat yang mulai meningkat. Sayangnya, potensi-potensi itu masih belum dikelola dengan baik dan dibiarkan berjalan apa adanya.
Pada kesempatan itu, Said memberi kesempatan kepada para ulama yang hadir untuk berdialog. Dalam dialog itu, para ulama lebih menyoroti persoalan tata niaga garam di Madura yang dinilai kurang menguntungkan petambak. Tata niaga itu dianggap lebih berpihak pada pengusaha yang dengan mudah melakukan impor garam sehingga menyebabkan garam lokal harganya murah, bahkan terkadang tidak terbeli.
Said mengatakan dirinya akan mendorong pemerintah untuk membentuk lembaga penyangga stok garam, sehingga persediaan garam nasional serta fluktuasi harganya dapat dikendalikan. Sementara ini, stok garam hampir tidak terkontrol, sehingga pengusaha dengan leluasa melakukan impor garam dengan alasan persediaan garam mulai menipis.
“Dengan adanya lembaga penyangga itu, yang menentukan jumlah persediaan yang ada dan kebutuhan akan garam impor adalah lembaga tersebut,” katanya.
Lembaga penyangga itu, bisa menggunakan lembaga yang sudah ada seperti Badan Usaha Logistik atau dibentuk lembaga baru dengan menggunakan lembaga usaha pegaraman yang sudah ada, seperti Pusat Koperasi Garam Indonesia dan yang lainnya.
Menurut Said, saat ini garam telah dinyatakan sebagai salah satu kebutuhan pokok nasional, sehingga tata niaganya perlu diatur secara pasti agar upaya untuk meningkatkan produksi melalui swasembada garam bisa dicapai. (adv/muj/rah)