JAKARTA-Data Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebut 36 caleg tidak pro pemberantasan korupsi diragukan validitasnya. Ketua Satuan Tugas (Satgas) Penjaringan calon anggota legislatif (Caleg) Partai Demokrat, Suaidi Marasabessy menilai data ICW itu menyesatkan karena parameternya tidak yang jelas. “Data itu lebih digunakan untuk merugikan partai dan para caleg yang disebut namanya. Kita bisa lihat data itu dari aspek hukum dan politik. Dari aspek hukum, sampai hari ini, belum ada fakta hukum yang menyatakan mereka terlibat dalam kasus-kasus yang dituduhkan,” ujar Suaidi seusai acara Front Pemuda Muslim Maluku (FPMM) di Taman Mini Indonesia Indah, Minggu (30/6).
Menurutnya, data ICW itu lebih terlihat unsur politisnya. Data itu, kata dia, terkesan didapat dari pemberitaan saja dan bersifat opini. “Sehingga, data ICW ini sangat merugikan caleg secara pribadi dan merugikan partai. Dalam konteks ini, bisa saja akan terjadi aksi tuntut-menuntut,” ucap Suaidi.
Mantan Kepala Staf Umum TNI Angkatan Darat itu menyatakan, Partai Demokrat tidak serta merta mencoret nama-nama yang dipublikasikan ICW. Pasalnya, daftar caleg yang ada dinilai sudah sesuai dengan undang-undang dan peraturan KPU. “Saya berpedoman kepada undang-undang baik UU Pemilu maupun peraturan KPU yang saya yakini bahwa mereka yang sekarang didaftarkan sebagai caleg, belum ada bukti hukum yang kuat,” kata Suaidi.
ICW telah merilis nama 36 calon anggota legislatif yang diragukan komitmennya terhadap upaya pemberantasan korupsi. Dari 36 nama itu, 10 orang merupakan kader Demokrat. Menariknya, nama Ketua DPR Marzuki Alie dan putra bungsu Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) masuk dalam daftar tersebut.
Ada lima kategori yang digunakan ICW untuk merangkum daftar caleg yang terindikasi lemah komitmennya pada pemberantasan korupsi. Kelima indikator itu, yakni politisi yang namanya pernah disebut dalam keterangan saksi atau dakwaan JPU terlibat serta atau turut menerima sejumlah uang dalam sebuah kasus korupsi, politisi bekas terpidana kasus korupsi, dan politisi yang pernah dijatuhi sanksi atau terbukti melanggar etika dalam pemeriksaan oleh Badan Kehormatan DPR.
Kategori lainnya adalah politisi yang mengeluarkan pernyataan di media yang tidak mendukung upaya pemberantasan korupsi, dan politisi yang mendukung upaya revisi UU KPK yang berpotensi memangkas dan melemahkan kewenangan lembaga tersebut.
Berikut adalah 10 caleg Partai Demokrat yang masuk dalam data ICW itu.
1. Edhie Baskoro Yudhoyono atau Ibas. Laporan dugaan pencemaran nama baik oleh Ibas kepada Yulianis dinilai LPSK menghambat pemberantasan korupsi. Yulianis adalah saksi dalam kasus korupsi yang melibatkan Muhammad Nazaruddin, mantan bendahara Partai Demokrat.
2. Mirwan Amir. Mindo Rosalina M saksi kasus korupsi yang melibatkan Muhammad Nazaruddin dalam persidangan menyebutkan peran Mirwan yang disebut sebagai “Ketua Besar” yang menerima uang dari proyek wisma atlet.
3. Jhonny Allen Marbun. Jhonny disebut oleh oleh Abdul Hadi Jamal (tersangka kasus korupsi pembangunan dermaga dan bandara Indonesia timur) menerima uang senilai Rp 1 miliar dalam proyek yang sama.
4. Achsanul Qosasi. Achsanul melakukan pelanggaran etika ringan dalam kasus permintaan barang atau upeti kepada BUMN.
5. Ignatius Mulyono. Ia membantu pengurusan sertifikat Hambalang atas permintaan Anas Urbaningrum, mantan ketua umum Demokrat.
6. Muhammad Nasir. Audit BPK menyebut nama Muhammad Nasir termaktub dalam akta kepemilikan PT Anugerah Nusantara.
7. Sutan Bhatoegana. Ia disebut oleh JPU menerima uang dalam kasus solar home system (SHS) dan hal tersebut juga diakui oleh terdakwa Kosasih Abas.
8. Marzuki Alie. Ketua DPR itu pernah menyampaikan wacana pembubaran KPK.
9. Max Sopacua. Max disebut dalam surat dakwaan untuk terdakwa bekas Sekretaris Jenderal Kementerian Kesehatan Sjafii Ahmad di Pengadilan Tipikor, Senin 29 November 2010. Ia disebut menerima uang dari proyek pengadaan alkes di Kemenkes sebesar 45 juta.
10. Mahyudin. Ia disebut oleh saksi Mindo Rosalina M dalam persidangan 16 Januari 2012 silam sebagai “Pak Ketua” yang menerima sejumlah uang dari pembahasan wisma atlet.
Polisikan ICW
Sejumlah kader Partai Demokrat berencana melaporkan ICW ke pihak Kepolisian. Langkah ini dilakukan karena ICW telah melakukan tindakan pencemaran nama baik dengan merilis nama-nama caleg yang dianggap tidak pro pemberantasan korupsi. “Kami akan mengajukan tuntutan hukum ke ICW sampai mereka meminta maaf dan berharap mereka membikin pernyataan kalau (tindakannya) itu salah,” kata Ketua Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Demokrat, Sutan Bhatoegana di Jakarta, Sabtu (29/6).
Menurut Sutan, sejauh ini Partai Demokrat tengah menggalang kekuatan bersama sejumlah partai lain yang kadernya juga dituding terlibat sejumlah kasus korupsi oleh ICW. Penggalangan kekuatan tersebut, jelas dia, tidak terlepas dari upaya partai untuk melaporkan ICW ke aparat Kepolisian.
“Jangan sendiri-sendiri (melaporkan ICW ke polisi), supaya satu paket. Dan bukan hanya Demokrat. Tujuannya, memberi pelajaran kepada orang yang berbuat fitnah. Sampai mereka minta maaf nanti,” papar Sutan.
Dia mengatakan, ICW juga telah memberikan penilaian yang keliru terhadap Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI, Marzuki Alie. Sutan menyebutkan, ICW menilai Marzuki sebagai calon anggota legislatif yang tidak berpihak pada upaya pemberantasan korupsi.
Marzuki menegaskan, sikap yang ditempuh ICW tersebut justru dianggap melampaui kewenangan mereka sebagai organisasi pemantau tindak pidana korupsi. “ICW itu tidak usah ditanggapi. Siapa itu ICW? Seperti Tuhan saja mereka memantau orang,” ujarnya.
Namun demikian, kata Marzuki, pada dasarnya sikap ICW untuk memantau tindak pidana korupsi adalah kegiatan yang lazim untuk dilakukan oleh organisasi pada negara yang berkarakter demokratis. “Biarkan saja. Ini kan era demokrasi. Buat apa kita mengurus yang seperti itu. Biarkan saja,” kata Marzuki.
Sementara itu, Wakil Ketua Umum Partai Demokrat, Jhonny Allen Marbun berpandangan, langkah yang telah dimabil ICW tersebut sebagai tindakan penghakiman tanpa melewati prosedur hukum yang berlaku. “Yang bersangkutan (ICW) harus memiliki legalitas dan proporsionalitas. Apakah punya hak menilai seseorang? Apakah lebih baik dirinya daripada orang lain?” kata Jhonny.
Lebih lanjut Jhonny mengatakan, sejauh ini dirinyab telah berupaya keras untuk menerapkan efisiensi pada anggaran belanja pemerintah, tetapi ICW justru menuding kader Partai Demokrat terlibat korupsi. “Kalau ICW lebih baik daripada orang lain, maka buktikan. Lebih baik bukan dengan mulut, seharusnya dengan perbuatan,” tegas dia.
Di tempat terpisah, Peneliti ICW, Donald Fariz mengaku siap mempertanggungjawabkan data-data yang disampaikan, termasuk jika ada yang melakukan gugatan hukum. “Data-data kita valid,” pungkas dia. (gam/abd/cea)