JAKARTA- Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) meminta agar Komisi Pemilihan Umum (KPU) dan Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) tidak saling mementingkan ego masing-masing terkait dengan data pemilih tetap. Untuk itu, diharapkan agar data pemilih disinkronkan sehingga tidak ada lagi perbedaan soal data pemilih. “Seharusnya duduk bareng, pemerintah dan KPU. Jangan ego masing-masing, berdasarkan datanya. Sandingkan data untuk dibahas,” kata Komisioner Bawaslu, Nasrullah, Jakarta, Rabu (18/9).
Seperti diketahui, ada perbedaan mendasar antara data KPU dengan Kemendagri dalam hal pemilih dalam pemilu. KPU menggunakan data pemilih berdasarkan pemilu kada terakhir, sedangkan Kemendagri berpatokan pada daftar penduduk potensial pemilih pemilu (DP4) seperti diperintahkan undang-undang (UU).
Sebelumnya, Mendagri Gamawan Fauzi juga mempertanyakan sistem pendataan yang digunakan KPU untuk memutakhirkan data pemilih menjadi daftar pemilih sementara hasil perbaikan (DPSHP). Ia curiga KPU tidak menggunakan DP4.
Namun demikian, dia mengatakan bahwa Bawaslu tetap melakukan pengawasan berdasarkan data online yang disampaikan ke sistem data pemilih. “Kemudian data akan dibawa ke lapangan untuk turun ke bawah dan mengecek betul bagamana efektifitasnya, atau apakah dia berjalan seperti apa,” katanya.
Bawaslu berharap, penetapan DPT tidak harus saling menunggu satu daerah dengan lainnya. Menurutnya, DPT dari kabupaten/kota harus dikejar. “(Tanggal) 23 Oktober diharapkan sudah clear dan kalau bisa duduk berdampingan antara Kemendagri dan KPU. Bawaslu siap sandingkan DPSHP ini,” kata Nasrullah.
Lebih lanjut dia mengungkapkan temuannya soal Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang masih bermasalah. “Persoalan itu banyak ditemukan Bawaslu yang menurut kami itu parah,” ucapnya
Menurut Nasrullah, persoalan DPT ini memang rumit sekali. Sehingga perlu kecermatan. “DPT itu terlampau banyak persoalan, mestinya kalau mau tetapkan DPT persoalanya sudah clear lah,” tegasnya
Temuan itu didapati Bawaslu baik dari sistem informasi daftar pemilih KPU (Sidalih) maupun dari tim Bawaslu di lapangan. Temuan-temuan itu lebih banyak didapati di tingkat kecamatan.
Temuan itu antara lain adanya jumlah pemilih di kecamatan yang lebih besar dibanding daripada jumlah penduduknya. “Kok ada jumlah pemilih di kecamatan lebih besar daripada jumlah penduduknya,” ujarnya.
Bawaslu kata dia menemukan masih ada kecamatan yang kosong DPT-nya. Tentyata ini tak terentri dalam Sidalih atau apa. Ketiga temuan kami ada 3.339 kecamatan yang alami ketidakwajaran antara porposi jumlah penduduk dengan proporsi pemilih,” imbuh Nashrullah.
Dikatakan Nasrullah, kalau wajar biasanya atau rata-rata dalam satu kecamatan atau wilayah presentase pemilihnya sekitar 75 % dari jumlah penduduk. “Temuan kami rangenya itu jauh. Masa ada pemilih dalam satu kecamatan yangbisa mencapai 90 %, masa 10 % anak-anak,” pungkasnya. (gam/cea)