SUMENEP – Harga kedelai impor di sejumlah pasar tradisional Sumenep terus naik. Sebelumnya, harga kedelai impor Rp 9 ribu, Selasa (3/9) mencapai Rp 10 ribu per kilogramnya. Sementara harga kedelai local masih tetap dikisaran harga Rp 7 sampai Rp 8 ribu per kilogramnya.
Kabid Perdagangan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kabupaten Sumenep, Heni Yulianto mengatakan, sejak tanggal 27 Agustus hingga sekarang, harga kedelai impor mencapai Rp 10 ribu, dari sebelumnya hanya Rp 9 ribu. Sedangkan harga kedelai lokal tetap yaitu Rp 8 ribu.
Yulianto menduga penyebab naiknya harga kedelai impor itu dampak dari tingginya dolar yang membuat rupiah melemah. ”Penyebabnya diduga dampak dari melemahnya rupiah. Ini terjadi sejah akhir Agustus lalu,” paparnya, Selasa (3/9).
Selain dampak melemahnya rupiah, pelaku usaha tahu tempe tetap banyak menggunakan kedelai impor dibandingkan lokal. Sebab, hasil produksinya dan kualitasnya lebih bagus. Sementara, kedelai lokal kurang diminati pelaku usaha lantaran kurang menguntungkan pelaku usaha. ”Pelaku usaha lebih berminat menggunakan kedelai impor,” paparnya.
Kurangi Produksi
Akibat naiknya harga kedelai impor, pengusaha tahu dan tempe di Sumenep mengurangi produksinya.
Rumsiyah, pengusaha tahu tempe di Desa Nambakor Kecamatan Saronggi, mengatakan, dengan mahalnya harga kedelai dirinya terpaksa mengurangi produksi, karena khawatir tidak laku. Kalau sebelum kedelai naik perusahaanya membuat hingga mencapai 2,5 kuintal, saat ini cuma 1 kuintal.
“Karena harga kedelai mahal, maka kita produksi sedikit dulu, baru setelah memasyarakat dan konsumen tidak terperanjat dengan mahalnya kedelai, secara bertahap akan kita tambah sesuai permintaan,” tuturnya, Senin (2/9).
Untuk pembuatan tempe, dirinya tidak menaikkan harga melainkan cuma menyiasati takarannya yang diperkecil. Biasanya 1 kilogram 2 on perbungkus, saat ini dikurangai perbungkus cuma 1 kilogram. “Kalau langsung dinaikkan khawatir tidak laku, makanya kita siasati seperti itu,” imbuhnya.
Sedangkan untuk tahu terpaksa dinaikkan, dari yang semula Rp 20 ribu perpapan menjadi Rp 22 ribu perpapan. Kalau ecerannya tergantung para pedagang. “Kita disini tidak ngecer, kita menjual untuk pedagang yang biasanya dijual lagi,” tuturnya.
Ibu tiga anak ini menceritakan, meskipun takarannya ada yang dikurangi, termasuk ada yang harganya dinaikkan, namun peminat tahu dan tempe masih sangat banyak. “Kalaupun ada pengurangan (peminat), jumlahnya tidak begitu signifikan. Apalagi belakangan ini cuaca cenderung ekstrem dan nelayan tidak melaut,” ujarnya.
Komoditas Lain Stabil
Sedangkan harga komuditas lain selain kedelai, kondisinya masih stabil, bahkan cendrung turun. Harga daging sapi yang sebelumnya Rp 9500 turun menjadi Rp 9000, daging ayam kampung yang sebelumnya Rp 70 ribu turun menjadi Rp 55 ribu, sementara daging ayam broiler yang sebelumnya Rp 34 ribu turun menjadi Rp 30 ribu. ”Ada sebagian komuditas dipasaran yang turun, seperti daging sapi, ayam kampung dan ayam broiler,” ujarnya.
Dia menegaskan, sedangkan harga beras tetap seperti merk ikan paus seharga Rp 219 ribu per 25 kg, merk Lima Jaya Super ukuran 25 kg seharga Rp 200 ribu dan harga gula pasir putih Rp 11,500 per kg, gula pasir merah Rp 11 ribu. ”Kalau beras dan gula tetap stabil, tidak ada kenaikan atau penurunan,”terangnya. (athink/sai/mk)