JAKARTA-Hasil survey Transparency International (TI) menempatkan Polri sebagai institusi negara yang paling korup. Tudingan ini membuat Mabes Polri kebakaran jengot sembari membantah keras. Bahkan, Mabes Polri meragukan validitas maupun akurasi hasil survey TI. “Kita pertanyakan hasil survey ini. Apakah seribu responden bisa mewakili yang 200 juta penduduk dan 400 ribu anggota Polri?” kata Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Mabes Polri Kombes, Agus Rianto, Jakarta, Selasa (17/9).
Malah Agus meragukan, metodologi survey tersebut yang tampaknya belum mencerminkan realitas lapangan. “Responden survei seribu orang di 5 kota. Sedangkan masyarakat kita ada 200 juta lebih, polisi yang melayani 400 ribu personel lebih,” ungkapnya.
Menurut Agus, hasil survei TI itu merupakan data lama dan kepolisian sudah mendalami survey tersebut. “Itu peristiwa lama. Jadi beliau tidak punya data sendiri. Sudah pernah kita konfirmasi,” paparnya.
Namun demikian, kata Agus, kepolisian memberikan apresiasi dari semua pihak terhadap kritik yang membangun. Kritik ini dinilai sebagai masukan, dan koreksi terhadap kinerja Polri. “Selama datanya akurat, kita terima kasih, support, komitmen kita sama dalam rangka penegakan hukum, pemberantasan korupsi,” terangnya.
Sementara itu, anggota Kompolnas Hamidah Abdurrahman mengatakan, kritik yang dilontarkan kepada aparat kepolisian semestinya direspon dengan membuat desain besar mengenai pembenahan internal kepolisian. “Sayangnya, desain ini hanya dimengerti untuk level Kombes (Komisaris Besar) ke atas saja, sementara untuk bintara ke bawah mereka masih terganjal urusan perut, bertahan hidup,” ungkapnya
Hamidah mencontohkan kasus yang menimpa Aipda Anumerta Sukardi, almarhum harus rela mencari sampingan pekerjaan untuk menambal kebutuhan keluarganya. “Kami melihat kesejahteraan anggota Polri kurang dibandingan instansi penegak hukum lainnya, di mana remunerasi intansi tersebut mencapai 50%-70%, sementara Polri hanya 23%,” tuturnya
Selain itu, komitmen dalam pembenahan internal juga diharapkan benar-benar dijalankan. Polri diminta tidak segan menjatuhkan sanksi kepada para anggota yang terbukti melanggar aturan. “Jangan sampai kaca yang pecah makin besar pecahnya, harus diperbaiki agar pecahan tersebut tidak meluas dan merusak,” imbuhnya
Seperti diketahui, Wakil Ketua KPK, Adnan Pandu Praja memberi penjelasan soal pernyataannya yang menyebut Polri dan DPR sebagai lembaga terkorup. “Saya hanya mengutip data TI,” bebernya
Data tersebut dipaparkan Pandu di depan staf dan komisoner KPU. Menurut Pandu, data tersebut sudah dipaparkan pihak TI beberapa waktu yang lalu.
Dan merujuk data dari TI yang menjadi pegangan Pandu itu, Polri dan parlemen disebut sebagai lembaga terkorup, berdasarkan persepsi publik. Dalam survei bertajuk Global Corruption Barometer 2013 itu, indikatornya adalah pengalaman, penilaian dan sikap masyarakat umum.
Adapun metodologi survei dilakukan dengan multistage random sampling dengan populasi rumah tangga. Jumlah responden 1.000 orang di Jakarta, Medan, Surabaya, Makassar dan Bandung. “Jadi itu bukan data dari KPK. KPK belum memiliki kajian itu,” pungkasnya. (gam/cea)