PAMEKASAN – Sudah jatuh tertimpa tangga, pribahasa ini seakan mewakili perasaan luka yang dialami Lutfiyah, 18, warga Sidodadi, Surabaya, yang sudah setahun tinggal di Madura. Kisah asmaranya dengan Nur Kholis, pria asal Desa Campor, Kecamatan Proppo Pamekasan, sudah membawanya pada penderitaan yang sangat menyiksanya. Seharusnya, orang-orang terdekatnya, orangtua kandung, mertua, dan suami tak mencampakkannya.
Diawali dari pertemuan keduanya di Kota Buaya Surabaya, pada 2013 lalu, mereka menjalin hubungan asmara. Hubungan keduanya tidak mendapat restu dari keluarga Lutfiyah di Surabaya, hingga mereka memutuskan diri untuk nikah siri di Pamekasan tanpa sepengetahuan keluarga Nur Kholis.
Usia pernikahan keduanya hanya seumur jagung. Lutfiyah ditinggal pergi suaminya tanpa alasan. Lutfiyah ditelantarkan oleh suaminya pada saat ia sedang mengandung anak pertamanya. Nur Kholis kembali rujuk pada saat kandungan anaknya berusia 4 bulan, namun tidak bertahan lama. Ia kembali meninggalkan istrinya di rumah warga sampai bayi yang dikandungpun lahir ke dunia tanpa didampingi sang ayah.
Beban yang ditanggung Lutfiyah semakin berat. Sebab setelah kelahiran anak pertamanya yang berjenis kelamin laki-laki, ia nampaknya tidak lagi diterima oleh keluarga yang ditumpanginya. Ia pun berusaha mencari tampat tumpangan sambil menggendong bayi yang baru lahir itu.
Ia pun sempat datang ke rumah Nur Kholis di Desa Campor, meminta belas kasihan mertuanya. Namun kehadirannya justru mendapat cacian dan hinaan, hingga ia harus mencari tempat tumpangan lain, termasuk ke rumah orang tuanya di Surabaya. Namun ia pun mengalami nasib serupa, karena tidak diterima oleh keluarganya.
Menurut Lutfiyah, ia akhirnya kembali ke Madura untuk mencari keberadaan suaminya, namun tak ketahuan rimbanya. Ia pun akhirnya diamankan ke Mapolsek Proppo, Pamekasan, kemudian dikirim ke Dinas Sosial Tenaga Kerja (Dinsosnakertrans) Pamekasan.
“Saya tidak tahu harus kemana. Suaminya saya menghilang, orang tua dan mertua menolak kehadiran saya. Mertua saya menolak saya karena menikah tanpa sepengetahuan. Demikian juga orang tua saya tidak bisa menerima saya, karena menikah siri tanpa restu orang tua,” katanya lirih.
Tiba di Dinsosnakertrans Pamekasan, Lutfiyah dan anaknya mendapat perhatian dari pegawai setempat. Lutfiyah yang diduga sedang depresi disuguhi makan siang dan anaknya dirawat dengan baik.
Kepala Dinsosnakertrans Pamekasan, Alwalid mengatakan menerima kiriman ibu dan bayinya dari Polsek Proppo. Dalam laporan kepolisian, Lutfiyah diserahkan ke Kepolisian karena dinilai meresahkan warga setempat hingga akhirnya diserahkan ke Dinsosnakertrans.
Alwalid menyatakan ibu dan bayi itu kini menjadi tanggungjawabnya sehingga perlu mendapat perawatan dengan baik. Terlebih yang menyangkut kesehatan ibu dan bayinya. “Sementara kami tampung di rumah salah satu warga, sambil menunggu perkembangan selanjutnya,” katanya.
Lutfiyah direncanakan akan diantarkan kepada keluarganya di Surabaya. Namun rencana itu masih belum final, karena berdasar pengakuan Lutfiyah sudah ditolak keluaranya.