PAMEKASAN – Akibat proses hukum penanganan kasus dugaan korupsi beras untuk rakyat miskin, yang melibatkan Kepala Desa Larangan Slampar Kecamatan Tlanakan Pamekasan Mustahep hingga kini tidak jelas, warga yang tergabung dalam Masyarakat Larangan Slampar Bersatu (MSLB) kembali beramai-ramai mendatangi Kantor Kejaksaan Negeri Pamekasan, Kamis (16/10).
Mereka mempertanyakan perkembangan kasus yang membelit kepala desanya tersebut. Sebab penanganan kasus raskin tersebut dianggap sangat lamban dan tidak kunjung disidangkan. Padahal masyarakat sudah memberikan bukti yang dibutuhkan oleh penyidik, baik penyidik kepolisian dan kejaksaan. Bahkan MSLB sendiri menerima isu, kasus raskin tersebut akan dihentikan dan kepala desanya akan dibebaskan dari penjara.
Dalam aksinya, masyarakat Desa Larangan Slampar membawa sejumlah spanduk dan karton yang bertuliskan kecaman terhadap kinerja Kejaksaan. Diantaranya, “Kejari Terkontaminasi Duet Raskin”, “Kejari Lumbung Raskin”, “Kejari, Beberkan Kasus Rakin Larangan Slampar ke Kami”, dan beberapa tulisan kecaman lainnya.
Koordinator Aksi, Zainullah mengancam jika kasus raskin tersebut tidak ada kejelasan, maka dirinya bersama masyarakat Larangan Slampar akan mencabut laporan penyelewengan raskin ke kepolisian dan akan melaporkan ke Kejaksaan Tinggi Jawa Timur dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta.
Zainullah tidak menginginkan Kejaksaan Negeri Pamekasan terkontaminasi (tercemar) duit beras untuk rakyat miskin (raskin) tersebut. Dirinya justru menginginkan Penyidik Kejaksaan bisa bekerja profesional. Menurutnya, jika penyidik Kejaksaan kekurangan bukti maupun saksi, yang membuat proses penyelidikan kasus raskin Larangan Slampar terhambat, dirinya siap membantu mengumpulkan bukti penyelewengan raskin. “Sudah jelas Rp 2,6 miliar kerugian negara pada dugaan raskin Desa Larangan Slampar, tapi hingga saat ini penanganan kasus ini masih lamban, bahkan tak jelas,” ucapnya.
Ditambah lagi ada rumor, Kejaksaan akan mengerluarkan Surat Perintah Penghentian Penyelidikan (SP3) pada kasus korupsi Desa Larangan Slampar. Rumor itulah yang membuat masyarakat Larangan Slampar resah. “Dikira kami yang sudah bermain mata dengan pelaku, untuk itu mohon penjelasan kepala Kejaksaan,” teriak Zainullah.
Menanggapi hal tersebut, Kepala Seksi Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Negeri Pamekasan, Samiadji Zakariyah membantah jika kasus dugaan korupsi beras untuk rakyat miskin Desa Larangan Slampar tersebut lamban penanganannya. Sebaliknya, saat ini penyidik Kejaksaan justru telah mengembalikan berkas pemeriksaan kepada penyidik kepolisian, karena ada berkas yang perlu dilengkapi. Sehingga, jika penyidik Kejaksaan memaksakan melimpahkan ke Pengadilan Negeri. Maka kemungkinanya terdakwa akan bebas. “Tidak mungkin kami bermain-main dengan hukum, kalau berkasnya tidak lengkap, maka harus kami kembalikan ke penyidik polisi,” ungkapnya.
Zakariyah memastikan penanganan kasus raskin Larangan Slampar tidak akan terkontaminasi dan akan berjalan sesuai dengan prosedur yang berlaku. “Mohon kepada masyarakat untuk bersabar menunggu proses penyelidikan,” ucapnya.
Sekedar mengingatkan, Penyidik Kepolisian Resor Pamekasan menahan Kepala Desa Larangan Slampar, Kecamatan Tlanakan, Mustahep, Selasa 29 Oktober 2013 lalu. Mustahep diproses hukum setelah sebelumnya dilaporkan warganya karena telah menggelapkan bantuan raskin kepada rumah tangga sasaran penerima manfaat dengan nilai total mencapai Rp 2,6 miliar. Peristiwa itu terjadi selama kurun waktu 2010 hingga awal 2013. Selama kurun waktu itu, masyarakat di Desa Larangan Slampar hanya menerima jatah bantuan raskin sebanyak sembilan kali atau sembilan bulan.
Padahal semestinya bantuan tersebut diberikan setiap bulan dengan jatah sebanyak 15 kilogram dengan harga tebus Rp 1.600 per kilogram. Adapun rincian kasus penggelapan raskin yang dilakukan Mustahep antara lain, pada 2010 alokasi distribusi bantuan raskin di Desa Larangan Slampar, Kecamatan Tlanakan, seharusnya Rp 909.000.000. Bantuan tersebut seharusnya diberikan kepada rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM) sebanyak 1.001 RTS dengan jumlah bantuan Rp 15 kilogram per RTS.
Harga tebus per 1 kilogram beras Rp 1.600 per kilogram, sehingga selama 12 bulan di tahun itu bantuan beras senilai Rp 818.100.000. Jika dengan bantuan raskin ke-13, maka nilai bantuan beras yang dialokasikan Rp 909.000.000.
Pada 2011 nilai bantuan juga sama, karena jumlah RTS penerima bantuan sama yakni senilai Rp 909.000.000. Sementara pada 2012, bantuan raskin yang tidak didistribusikan hanya Rp 145.400.000 karena saat itu sebagian masyarakat ada yang tidak menerima bantuan. Jadi, selama kurun waktu 2010–2013 awal, jatah raskin milik warga yang diduga digelapkan mencapai Rp 2,6 miliar.