AENGPANAS – Lebih dari 1000 warga dari desa Aengpanas dan desa lainnya yang bertetangga di Kecamatan Pragaan memadai pelabuhan rakyat Aengpanas kemarin. Mereka datang untuk menyaksikan larung sesaji yang diberi nama bitek. Ritual ini sebagai religiusitas warga pesisir untuk menghindari tolak bala dan supaya nelayan beruntung dalam menangkap ikan.
Bitek merupakan rangkaian sesajen yang berada dalam perahu kecil untuk kemudian dilarung di tengah laut. Bitek umumnya berisi jajanan yang awalnya dipersembahkan kepada Nyi Roro Kidul, dulu. Kini, bitek sebentuk paket makanan, minuman, dan kepala binatang yang dibuat sebagai hewan persembahan.
Di era modern, bitek hanya simbol karena telah mengalami akulturisasi dari budaya masa lalu dan dikemas secara islami. Makanan dan minuman tidak lagi dipersembahkan untuk Nyi Roro Kidul. Kepala binatang persembahan benar-benar kepala yang tidak lagi memuat banyak daging melekat. Sebab, daging bagus dari hewan yang disembelih sudah diambil sebelumnya dan dinikmati nelayan secara bersama-sama.
Bahkan dalam larung sesaji kemarin, para nelayan terjun ke laut memunguti makaan dan minuman yang bisa dinikmati. Selebihnya, barang yang tidak bisa dikonsumsi dan terhanyut ombak. Ketika bitek ini dilarung, di sinilah puncak perayaan bagi nelayan sebagai tanda melepas sial dan apes. Seakan-akan, dengan dilarungnya bitek para nelayan memiliki harapan baru dengan tangkapan yang lebih banyak, memberi berkah, dan bisa bermanfaat.
Budayawan muda Madura, Abrari Alzael, yang juga mengikuti Larung Sesaji ini menganggap Larung Sesaji telah mengalami modernisasi. Larung Sesaji baginya hanya simbol setelah para nelayan berdoa bersama untuk kehidupan yang lebih baik.
Lulusan magister psikologi Untag Surabaya ini menilai bitek adalah momentum untuk mempertemukan perbedaan dalam kesatuan harapan kehidupan nelayan di masa yang akan datang. Modifikasi lainnya dalam petik laut ini antara lain pawai yang di dalam keemasan bitek tidak pernah dilakukan para leluhur nelayan. Tetapi kemarin, masyarakat meramaikannya dengan banyak hal sebagai satu wahana kebersamaan seperti pasukan marching band, arak-arakan bitek sebelum dilarung, dan tetabuhan tradisional lainnya. “Bitek substansinya adalah kebersamaan, kekompakan, harapan agar lebih beruntung, tidak sial, dan selamat dari apapun ang merugikan nelayan,” dia menjelaskan.