Menjunjung Madura dalam Berbangsa
Ia adalah orang yang dikenal sebagai salah satu dari sekian tokoh Madura yang mampu berdiri di atas kemajemukan negeri. Sebagai orang Madura, ia tampil sesosok manudia manusia prime mover yang bisa menerobos tembok-tembok primordial. Dengan gagah, ia hadir di tengah masyarakat sebagai seorang tokoh yang memiliki visi yang kuat tentang Indonesia yang satu, utuh dan damai. Dia selalu berjuang demi kepentingan bersama tanpa memandang latar belakang sosial, budaya dan politik. Dia berada di atas semua kepentingan politik. Dia berjuang untuk keadilan, kerukunan dan kesejateraan semua orang. Termasuk ia tampil sebagai tipe manusia multikultural, yang bisa hidup secara berdampingan dan seiring-seirama. Bahkan secara damai dan saling menghormati di atas fakta keserbaragaman kondisi sosial, politik dan ekonomi bangsa Indonesia. Kehadirannya di panggung politik Indonesia ibarat nyala api di tengah kegelapan, yang tidak pernah padam oleh terpaan badai.
Dialah MH Said Abdullah. Namanya sudah tak asing lagi dalam dunia perpolitikan tanah air. MH Said Abdullah yang nasionalis sang pengagum Bung Karno ini adalah wakil rakyat dari daerah pemilihan XI Madura, Jawa Timur. Kini, Said tercatat sebagai anggota Komisi VIII DPR RI. Pria kelahiran Sumenep, Madura 22 Oktober 1962 itu adalah buah hati dari pasangan Abdullah Syekhan Baqraf dan Ibu (Alm) Fatimah Gauzan punya cerita panjang dalam hidupnya.
Said menghabiskan masa kecil hingga remajanya di Sumenep. Pendidikan tingkat dasar diselesaikan di Sumenep. Kemudian dia melanjutkan SMP juga di Sumenep. Sekolah lanjutan atas pun diselesaikan di ujung timur pulau Madura ini. Minatnya dalam panggung politik terlihat sejak ia remaja. Sebagai bukti, ia aktif berorganisasi sejak SMA. Dia pernah menjadi Sekretaris OSIS SMA pada tahun 1981. Berkat ketekunan dan kegigihannya, dia pun pernah menjadi ketua DPC Banteng Muda Indonesia, Kabupaten Sumenep, tepat pada Tahun 1982-1985.
Girah organisasi yang tinggi pun membawanya hingga tamat SMA. Pada tahun 1984 misalnya, Said terpilih menjadi Ketua DPC Majelis Muslimin Indonesia Kabupaten Sumenep. Sejak itu, karir politiknya terus melejit. Sebagai politisi yang nasionalis, ia memilih Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP). Iya, memilih PDIP bukan tanpa alasan, karena kekagumannya kepada sang proklamtor bangsa, Soekarno.
Tak tanggung-tanggung, Said muda pun mulai enak dengan dunia barunya hingga ia terpilih menjadi juru kampanye nasional PDI pada 1987. Sungguh, tanpa pernah lelah ia mengarungi lautan perpolitikan yang penuh tantangan. Karir politiknya dari waktu ke waktu semakin bersinar. Pada tahun 2004, Said terpilih sebagai anggota DPR RI. Kala itu, ia dianggap oleh pengurus DPP PDI P punya prestasi gemilang, karena berhasil merebut kursi di Sumenep.
Maka tak heran jika di kalangan teman-temannya, politisi Madura ini dikenal supel, sebab ia pandai bergaul. Melempar senyum saat bertemu sapa dengan orang-orang menjadikannya sebagai sosok populis. Pergaulannya yang lintas batas itu karena dia berteman dengan siapa saja tanpa pandag bulu; perbedaan etnis, kultur, agama dan aliran politik. Dia seorang sosok pendobrak (prime mover) yang bisa menerobos tembok-tembok primordial. Itulah sebabnya dia dijuluki sosok lintas batas oleh wartawan, dan Sekjen PDIP menyebutnya mutiara dari Timur.
Said mengaku sangat mengagumi Soekarno. Bahkan, ia memiliki foto khusus mantan Presiden Republik Indonesia ini dalam ukuran besar. Tidak hanya itu, Said memiliki koleksi buku-buku Bung Karno. Selain mengoleksi, dia juga rajin membolak-balik halaman demi halaman dari koleksinya itu. “Saya melihat Soekarno itu punya ajaran spesifik dan hebat, yaitu nasionalis yang relegius,” pujinya.
Tidak heran dia menyebut dirinya sebagai “anak ideologis” Bapak Proklamator itu. Bahkan saking kagumnya pada Bung Karno, tanda tangan politisi asal Madura ini bertuliskan “Soekarno”.
Kini, pria yang pernah jadi sales kripik tempe dan tukang cuci mobil itu dalam perjalanannya di panggung politik benar-benar menjdikan dia sebagai politisi ulung yang memiliki visi yang kuat tentang Indonesia yang rukun dan damai. Dia memiliki kepedulian yang besar terhadap berbagai bentuk ketidakadilan yang menjalar di tengah masyarakat. Dia, misalnya, berbicara lantang ketika menangkap ketidakberesan dalam penyelenggaraan haji. Dia terlibat sangat intens dalam berbagai kegiatan sosial kemasyarakatan yang lintas batas. Dia bergaul dengan siapa saja tanpa memandang keserbaragaman latarbelakang. Cara bicaranya yang santun dan ramah membuatnya dekat dengan semua orang.
Maka M.H Said Abdullah tumbuh menjadi “Manusia Lintas Batas’. Hanya satu; karena dia memiliki visi yang jelas dan kuat tentang bagaimana membangun dan menghidupi Indonesia di atas dasar kebhinekaan. Namun, satu hal yang tetap diingat oleh orang Madura, bahwa Said Abdullah selain dikenal sebagai tokoh lintas batas, dirinya juta sebagai politisi ulung yang selalu berjuang untuk Madura. Termasuk dia tak merasa canggung ketika bertemu masyarakat, peduli rakyat kecil dan tak pernah berlagak sombong di depan banyak orang. Hanya satu dalam benaknya, semuanya sama; tak ada perbedaan. “Kini, saya hanya bisa berucap bahwa proses itu tidak mudah. Menjadi politisi itu bukan hanya sekadar sensasi, tetapi ia harus benar-benar berproses tiada henti. Saya dulu menjadikan buku sebagai teman, bahkan tak sejak SMP saya sudah baca buku sekelas Madilog, Marx, Hegel, dan lain sebagainya. Karena saya sadar, menjadikan buku sebagai teman itu adalah cara terbaik untuk menjadi orang yang cerdas,” tuturnya saat ditanya soal prosesnya sejak masa kecil hingga ia menjadi politisi terpandang.
Sepintas ketika Koran Madura memberanikan diri bertanya tentang arti “MH”, tanpa ragu, Said Abdullah mengungkapkan bahwa MH merupakan simbol kekagumannya kepada tokoh Marx dan Hegel. “Sehingga nama saya adalah Marx Hegelian Said Abdullah,” ujarnya.