Melawan Hegemoni Patriarki Melalui Panggung Parlemen
“Perempuan ikut serta dalam panggung parlemen tak ada tujuan lain kecuali untuk melawan hegemoni politik patriaki,” ucap Hj. Ummul Hasanah, salah satu srikandi parlemen Sumenep yang dilantik pada 21 Agustus kemarin.
Perempuan berparas ayu itu menyatakan bahwa perempuan terjun dalam panggung politik bukan untuk pamer kecantikan atau pelengkap kaum lelaki, tetapi untuk menunjukkan bahwa perempuan juga bisa seperti laki-laki. “Keterlibatan kaum perempuan di dalam politik, ikut dalam pengambilan kebijakan di parlemen adalah untuk melawan hegemoni politik patriarki yang telah membudaya di Indonesia,” tegasnya saat bincang-bincang santai dengan Koran Madura, Selasa (26/8) di Fraksi PDI Perjuangan.
Kata perempuan berkulit putih yang lahir di Sumenep pada kalender 05 Januari 1975 tersebut menyatakan bahwa budaya patriarki di Indonesia, lebih-lebih Madura begitu sangat kuat. “Patriarki menempatkan peran laki-laki sebagai penguasa tunggal, sentral dari segala-galanya. Kini, hal itu menjadi sebuah budaya yang dibangun di atas dasar struktur dominasi dan sub ordinasi yang mengharuskan suatu hirarki di mana laki-laki dan pandangan laki-laki menjadi suatu norma,” jelasnya.
Alumnus Pondok Pesantren Al-Amien Prenduan itu mengatakan, dalam tradisi politik patriarki, keputusan pemerintahan dan kenegaraan berada di tangan laki-laki, sedangkan partisipasi perempuan yang juga memiliki hak yang sama dalam politik tidak diperhitungkan.
Isteri H. Imam Mahmudi, SE itu menambahkan bahwa Indonesia telah demokrasi. Tentu demokrasi itu menjunjung tinggi persamaan hak setiap warganya, semestinya memperhatikan jumlah kuota perempuan yang duduk di parlemen, harus sebanding dengan laki-laki. “Ini bukan sekadar kaum perempuan tidak percaya kalau laki-laki tidak mampu memperjuangkan hak-hak mereka dalam kebijakan di parlemen, tapi ini tentang peluang dan kesempatan sebagai warga negara yang disetarakan,” katanya.
Menurut perempuan yang dikaruni 4 orang anak itu menuturkan kalau dibandingkan laki-laki, secara politik, kaum perempuan mampu memainkan peran yang yang lebih strategis, yakni “dari hati ke hati”. Ia pun mencontohkan, secara gender, perempuan memiliki kepekaan dan kesabaran yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, sehingga dapat dengan bijak memetakan melihat persoalan masyarakat, terutama masalah kaumnya.
“Saya kira akan sangat baik kalau kekuatan laki-laki dan perempuan bisa disatukan untuk pengambilan keputusan bagi negara, kita bisa mencontohi negara-negara Skandinavia yang sudah mulai duluan,” tegasnya.
Ummul menambahkan bahwa seringkali yang menjadi sorotan publik lebih banyak mengenai masalah hak-hak perempuan adalah kekerasan secara kasat mata, tetapi sesungguhnya persoalan mereka `jauh lebih kompleks. “Hanya perempuan yang mengerti persoalan kaumnya, dengan berada di parlemen mereka bisa ikut memberikan kontribusi pada kebijakan dengan melihat dari sisi keperempuanan mereka,” katanya.
Dalam analisa Ummul, saking kerasnya hegemoni tafsir Patriaki ini juga mempengaruhi pada saat sang perempuan menentukan hak pilihnya pada Pemilihan Umum (Pemilu) yang berazaskan langsung, umum, jujur dan adil.
Selain itu dirinya tidak menampik kalau keengganan masuk dalam panggung politik itu didasari atas dampak atau adanya penilaian negatif kalau perempuan masuk dalam kancah politik.
Sungguh, kata peremuan yang dipercaya masyarakat berangkat dari daerah pemilihan 2 (Kecamatan Lenteng, Bluto, Saronggi, Giligenting), betapa perempuan menghadapi sebuah problema besar di dalam masyarakatnya sendiri. Di tengah budaya patriarki yang memang menjadi sebuah “kodrat” dalam hidup semakin banyak saja kaum perempuan yang mencoba mendobrak ketidakberdayaan mereka terhadap kenyataan ini.
Namun perjuangan tetaplah perjuangan, penganutan budaya patriaki masih tetap eksis di Madura, dan budaya itu sampai saat ini mempengaruhi peranan perempuan dalam kancah politik termasuk dalam kegiatan lainnya. “Buktinya, kami di disini hanya bertiga, berarti budaya itu masih ada dan mengakar,” ujar Ummul.
Tetapi tak apa, lanjutnya, ia akan terus berjuang di kursi parlemen, dan akan membuktikan bahwa perempuan juga bisa. Termasuk, di gedung DPRD, ia akan menjadi manusia bermanfaat. “Karena selama nafas masih terus berhembus, kita masih punya kesempatan untuk berbagi, baik berbagi rasa, derita, pengalaman dan lainnya. Saya ucapkan terimakasih kepada masyarakat yang telah percaya pada saya untuk memperjuangkan nasib rakyat di kuris parlemen. Tegur saat saya saya lupa dan khilaf,” katanya. SYAMSUNI