JAKARTA-Keinginan PDI Perjuangan memimpin Pansus Tata Tertib (Tatib) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) membahas mekanisme pembagian kursi pimpinan dewan dijegal. Alhasil, partai moncong putih ini tidak memperoleh jabatan pimpinan di Pansus Tatib. “PDI Perjuangan, PKB ingin masuk jadi pimpinan, tapi di luar ingin yang memimpin itu pimpinan Pansus UU MD3 supaya sinkron,” kata Pimpinan Pansus Tatib, Priyo Budi Santoso usai memimpin rapat di Gedung DPR, Jakarta, Rabu (27/8).
Menurutnya, koalisi Jokowi-JK ingin mengajukan nama sebagai pimpinan. PDI Perjuangan mengajukan nama TB Hasanuddin dan PKB mengusulkan Hanif Dakiri sebagai pimpinan Pansus Tatib. Namun hal itu ditolak melalui musyawarah mufakat dengan berbagai pertimbangan.
Mayoritas fraksi katanya menginginkan agar pimpinan Pansus Tatib sama dengan pimpinan Pansus UU MPR, DPR, DPD dan DPRD (MD3). “Agenda diputuskan lewat mekanisme permusyawaratan, menghindari voting, karena memilih pimpinan pansus tidak lazim voting. Pimpinan Pansus diputuskan 4 orang, Ketua Benny K Harman, wakil ketua Aziz Syamsuddin, Fahri Hamzah dan Totok Daryanto,” jelas Priyo.
Pimpinan Pansus Tatib tak berbeda jauh dengan Pansus UU MD3. Hanya saja, posisi Ahmad Yani dari PPP digantikan oleh Totok Daryanto dari PAN. “Dengan catatan, mana kala ada perubahan yang dipandang perlu dimungkinkan, bisa dikocok ulang, diubah, dengan diubah kepemimpinan, dengan cara pimpinan pansus menulis ke pimpinan DPR, pimpinan DPR akan memutuskan untuk ditetapkan ulang,” pungkasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Azis Syamsuddin mengatakan, setiap anggota dewan perwakilan rakyat memiliki hak menjadi Ketua DPR. Untuk itu ia menilai, Ketua DPR yang sebelumnya jatuh secara otomatis kepada partai pemenang pemilihan umum adalah cara yang salah. “Ketua DPR harus dipilih melalui seluruh kader partai yang duduk di parlemen,” kata Azis di gedung DPR, Jakarta, Rabu (27/8).
Politisi Golkar itu mengatakan, pada 2009 lalu yang menempatkan Ketua DPR dari partai pemenang pemilu adalah salah. Harusnya, pada saat 2009 Ketua DPR dipilih langsung oleh anggota DPR. “Kenapa di tahun 2009 itu secara otomatis, itu yang salah. Secara otomatis itu baru 2009, sebelumnya itu dipilih,” ujarnya.
Masih kata Azis, dalam rangka membangun demokrasi secara utuh, maka kepemimpinan DPR itu harus dipilih oleh seluruh anggota. Untuk itu pada periode Ketua DPR 2014-2019 harus dipilih para anggota DPR. “Karena setiap anggota mempunyai hak yang sama dalam memilih dan dipilih secara hak konstitusi,” ucapnya. (GAM/ABD)