Menulis itu Panggilan Jiwa
Mungkin bagi sebagian penulis, mendapatkan honor atas tulisan mereka merupakan tujuan. Entah sebagai pendapatan utama atau sekadar uang saku tambahan saja. Tapi bagi Dinda Penaratih, bukan honor yang menjadi motivasi untuk menulis. Baginya menulis merupakan panggilan jiwa. Untuk berbagi pengetahuan dengan orang lain, berbagi inspirasi, ataupun berbagi imajinasi.
“Aku memang sejak di Pondok Al-Amien Prenduan suka menulis. Misalnya, ngisi buletin atau bahkan ngirim tulisan ke berbagai majalah di luar. Berbagi inspirasi itu adalah panggilan hati, bukan karena dapat honor hasil tulisan yang menjadi alasan utama,” ujar perempuan yang akrab disapa Dinda ini.
Ketika pertama kali tulisan dimuat di sebuah majalah antologi puisi, Dinda senangnya bukan main. Karena ada kepuasan tersendiri saat tulisannya dibaca oleh semua kalangan. Setidaknya, para pembaca dapat mengerti atau bahkan termotivasi saat membaca torehan tinta yang menjelma dalam kerangka puisi atau berwajah cerita. Apalagi menulis membutuhkan pendalaman yang begitu matang agar karya yang dihasilkan begitu sedap untuk dibaca.
“Pastinya senang kalau sampai bisa dimuat. Sebab, tidak semua tulisan itu bisa dimuat pastinya melalui proses seleksi,” tuturnya.
Dinda sudah cukup merasa bangga bisa mengahsilkan karya-karya tulisan sekalipun jauh dari kata sempurna. Melalui tulisan, semua orang bisa membaca pesan yang ingin dirinya sampaikan. Kalau motivasi menulis semata untuk honor, akhirnya menulis pun tidak sepenuh jiwa karena seolah dituntut agar tulisan harus sempurna. Maka, menulis dengan hati disaat seperti itu, tidak akan pernah terwujud.
“Mungkin banyak penulis, atau novelis yang menggantungkan hidupnya dari menulis, ya wajar saja. Tidak ada masalah dengan hal itu. Namun bagi aku yang terpenting, menulis itu bukan soal materi tapi menulis itu adalah panggilan jiwa. Kepuasan batin yang sebaiknya tidak dikonotasikan dengan materi,” ucapnya. (Doni Heriyanto/rah)