SUMENEP – Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) Sumenep A. Fatoni mendukung atas ditetapkannya Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 61 tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi yang menuai pro dan kontra.
”Kami tetap menjunjung tinggi atas ditetapkannya peraturan tersebut,” kata mantan Sekretaris Dinkes Sumenep itu,” katanya.Dalam PP Nomor 61 tahun 2014Pasal31 disebutkan bahwa aborsi bisa dilakukan karena dua alasan, karena ada indikasi kedaruratan medis atau karena hamil akibat pemerkosaan.
MUI Sumenep beberapa waktu lalu menyatakan keberatan terhadap PP Nomor 61 tahun 2014, karena akan menumbuhsuburkan perzinahan akibat dilegalkannya aborsi. Namun, Fatoni memiliki pandangan yang berbeda.
”Dalam PP tersbut, tidak semua aborsi yang diperbolehkan. Melainkan karena alasan indikasikedaruratan medis, itupun masih harus melalui beberapa syarat dan tahapan, dan bisa dibuktikan dengan pemeriksaan secara medis,” ungkapna
Menurut Fatoni, salahsatu indikasi kedaruratan medis yang bisa dilakukan aborsi, karena sang ibuhamil itu menderita penyakit gagal jantung. Sehingga jika tetap mempertahankankehamilan, anaknya akan berakibat fatal secara medis. Sementara untuk mengetahuiindikasi gangguan medis itu harus diperiksi tenaga kesehatan profesional.
”Selainitu, aborsi bisa dilakukan karena alasan medis pada janin dalam kandungan. Jadi, untuk melakukan aborsi harus benar-benar memiliki riwayat medis, ada bukti hasil pemeriksaan,” ungkapnya.
Kendati semua syarat itu sudah dipenuhi, bukan lantas ibu hamil mudah melakukan aborsi. Bahan ibu hamil itu harus mencari dokter spesialis kandungan atau kebidanan. Kemudian tenaga bidan terlatih yang tersebar di sejumlah pusatkesehatan masyarakat (puskemas). ”Di Sumenep ada tiga dokter spesialiskandungan dan 30 bidan terlatih di puskesmas,” jelasnya.
Hanya saja, pihaknya tidak setuju jika aborsi tersebut dilakukan oleh para ibu hamil hasil pemerkosaan. ”Kalau hamil karena pemerkosaan tidak boleh digugurkan dan harus tetap dihormati,” tukasnya. JUNAEDI/MK