Wanita itu Mulia
Nurul Hijriyah, 20, sangat berhati-hati dalam bersikap kesehariannya. Dia takut apa yang dikerjakannya setiap hari, hanya akan meninggalkan duka atau kecewa di hari tua. Dia selalu ingin berperilaku baik. Karena dia percaya, apa yang akan didapat dari sebuah kebaikan, juga kebaikan pula.
Anak bungsu yang masih berkuliah di Jurusan Pendidikan Matematika ini, juga memberlakukan hal tersebut dalam prinsip hidupnya. Dia tidak mau melupakan jati diri wanita begitu saja. Menurutnya wanita adalah pelayan. Dalam hal ini adalah pelayan keluarga. “Jadi memang benar jika wanita identik dengan dapur dan pekerjaan rumah lainnya. Karena memang demikian adanya,” tukasnya.
Nurul -sapaan akrabnya- meski demikian bukan tidak boleh seorang wanita itu juga mengembangkan potensinya di dunia luar dan karier. Karena hal ini juga penting bagi wawasan seorang wanita. Apalagi sekarang sudah zamannya emansipasi, sebagaimana diperjuangkan RA Kartini dulu.
Wanita yang bercita-cita menjadi guru ini menggarisbawahi, cap bagi wanita yang seorang pelayan itu berbeda dengan cap sebagai babu. Sebab hal ini sekarang sudah rancu. Pelayan disamakan dengan babu, begitu pula sebaliknya.
Dia terangkan, berdasarkan pemahamannya, jika seorang babu maka dia pasif, hanya tunduk saja atas perintah atasan. Tapi jika pelayan masih bisa aktif, tidak hanya nurut saja, tapi masih bisa memberikan saran-saran dan sumbang pikiran lainnya.
“Jadi wanita itu boleh saja berkarier di mana saja. Asalkan jangan lupakan kodratnya sebagai wanita. Jadi setelah tugas atau pekerjaan di luar rumah selesai, silakan langsung terjun ke belakang untuk tetap menjadi pelayan keluarga. Di sinilah letak kemuliaan wanita sesungguhnya,” terangnya. SUKMA FIRDAUS/RAH