Pansus, panitia khusus bagi anggota dewan amanat pemerintah. Ia beranggotakan orang-orang yang diutus oleh fraksi secara delegatif. Umumnya, keanggotaan pansus ini berjumlah ganjil dengan asumsi pengambilan keputusan dilakukan dengan cara voting. Jika anggota pansus dalam jumlah yang genap, dikhawatirkan tidak terjadi keputusan terutama ketika hasil akhirnya draw.
Di DPRD Sumenep, jumlah anggota pansus 20 orang. Angka ini dipilih karena kesanggupan anggaran maksimal hanya cukup untuk 20 orang. Ini benar karena berpihak kepada anggaran sebagaimana diatur dalam PP 16 tahun 2010 tentang Pedoman penyusunan peraturan DPRD tentang tata tertib DPRD khususnya pasal 63 ayat 5 ; jumlah anggota pansus ditetapkan dengan mempertimbangkan jumlah anggota komisi yang terkait dan disesuaikan dengan program/kegiatan serta kemampuan anggaran DPRD.
Jumlah 20 orang anggota pansus sesuai anggaran memang tidak salah meski harus diakui tidak kaprah secara politik maupun yuridis. Jamaknya, tim yang ditugasi untuk mengambil keputusan yuridis, umumnya beranggotakan jumlah yang ganjil. Diantaranya, hakim di pengadilan negeri terdiri atas tiga orang masing-masing 1 orang berkedudukan sebagai ketua majelis hakim merangkap sebagai anggota dan dua lainnya masing-masing sebagai anggota. Begitu juga hakim konstitusi beranggotakan jumlah yang tidak genap, 9 orang hakim (konstitusi).
Sama halnya tim ad hoc di ranah politik yang kaprahnya, terdiri atas jumlah anggota yang tidak genap. Acapkali terdengar dalam ranah politik antara lain tim 11, tim 9, tim 7, tim 5 dan sejenisnya, yang ditugasi untuk mengambil keputusan politik. Merujuk pada kelaziman politik dan yuridis ini, seharusnya DPRD menjadikan kondisi tersebut sebagai guru dalam kursus yuridis-politik.
Berdasar telusur Koran Madura, perdebatan untuk menjadikan keanggotaan pansus tatib ini sengit. Meski banyak yang menghendaki angka ganjil, tetapi keganjilan ini ditolak sejumlah pihak yang menjadi delegasi dari fraksi. Beberapa nama yang pada mulanya menghendaki ganjil (23 orang) antara lain Bambang Prayogi REF (PDI Perjuangan), Ruki Abdullah (F-PKB), dan Iskandar (F-PAN). Sedangkan fraksi yang sepakat 20 orang Hari Pontoh (F-Golkar) dan Subaidi (F-PPP). Sampai akhirnya, anggota rapat pra pansus menyetujui pada kemampuan anggaran yang dipatok setwan, 20 orang.
Jumlah keanggotaan pansus yang 20 orang ini, memang tidak salah dari sisi yuridis maupun politik. Tetapi angka ini tidak lazim baik secara politik maupun yuridis. Ini bisa dijadikan pelajaran baru bagi anggota DPRD Sumenep supaya tidak terbiasa dengan sesuatu yang tidak lazim. Bahwa segala keputusan bisa diambil dengan cara musyawarah untuk mufakat, namun kesepahaman ini tidak terbiasa lahir dari suatu kondisi yang tidak biasa, yang tidak lazim.
Pansus tatib yang saat ini berada di Jakarta untuk berkonsultasi ke Kemendagri, bukan satu-satunya pansus yang lahir dari DPRD Sumenep. Dalam perjalanan DPRD lima tahun mendatang, DPRD dimungkinkan lagi mebentuk pansus-pansus yang lain serupa pansus kode etik DPRD. Belajar dari ketidaklaziman ini, DPRD perlu berhati-hati agar pada akhirnya memilih untuk benar di atas kelaziman atau berdiri di atas ketidaklaziman. Meskipun, dua-duanya tidak salah dan hanya dibedakan antara kelumrahan dan ketidakkaprahan.
Pansus Legal Pilitik dan Yuridis
Ketua DPRD Abrori Mannan mengakui perdebatan dalam pembentukan pansus tatib yang beranggotakan delegasi dari fraksi-fraksi cukup seru. Tetapi, akhir dari sebuah dialog, rapat pimpinan fraksi-fraksi saat itu sepakat (terpaksa setuju) dengan keputusan yang menetapkan anggota pansus sebanyak 20 orang. Ini disesuaikan dengan kemampuan anggaran setwan yang hanya cukup untuk (maksimal) 20 orang. Kepanitiaan pansus ini pun menggelinding ke paripurna karena sesuai peraturan, keanggotaan pansus harus diparipurnakan. Pasca paripurna, keanggotaan pansus tatib DPRD legal secara yuridis maupun politis.
Pasca paripurna, publik memberikan masukan bahwa keanggotaan pansus yang tidak lazim secara politik dan yuridis masuk ke gedung dewan. Dia menilai, publik telah memberikan perhatian kepada dewan supaya ke depan DPRD tidak saja mempertimbangkan legal secara politik dan yuridis. Namun, publik ingin DPRD juga melakukan tindakan yang lazim secara politik dan yuridis.
Abrori merasa harus berterima kasih kepada rakyat yang diwakilinya karena telah memberikan apresiasi kepada dewan. Apa yang dianggap publik tidak lazim politik dan yuridis dalam kasus pansus tatib akan dijadikan referensi dalam pembentukan pansus lainnya, yang dimungkinkan akan terbentuk lagi pasca pansus tatib. Mantan ketua komisi A pada periode 2009 – 2014 ini ingin agar publik memberi kesempatan kepada pansus tatib untuk bekerja sesuai mekanisme yang berlaku. Alasannya, keputusan paripurna berkait keanggotaan pansus tidak melanggar konstitusi sebagaimana masukan tentang kelaziman politik-yuridis juga tidak menabrak peraturan. “Terima kasih untuk semua saran dan masukan menuju DPRD yang lebih baik,” ujarnya. JUNAIDI