BANGKALAN – Program Keaksaraan Fungsional (KF) yang digulirkan pemerintah untuk mengurangi jumlah masyarakat buta huruf diharapkan terealisasi dengan baik. Akan tetapi, harapan itu tampaknya tak terbukti. Sebab program KF itu telah berlangsung bertahun-tahun, namun hingga kini buta aksara tak juga teratasi. Sehingga penyelenggara dan semua pihak yang terlibat dengan program pengintasan buta aksara itu memang perlu diberi peringatan keras.
Peringatan keras harus diberikan, karena jumlah penderita buta huruf masih terbilang tinggi. Dari jumlah sensus penduduk pada tahun 2010, penderita buta huruf mencapai 125.030 orang. Sampai pada tahun 2014 jumlahnya berkurang hanya 37.965 orang. Pertanda program tersebut tidak berjalan maksimal, untuk tidak menyatakan tidak berhasil.
“Pada rentan usia 15-59 tahun, usia penderita buta huruf tersisa 87.065 orang,” kata Achmad Mustakim, Kabid Pendidikan Luar Sekolah, Dinas Pendidikan Bangkalan, kemarin (16/9).
Dia menjelaskan kewajiban penyelenggara untuk membebaskan dari buta aksara, melalui Dinas Pendidikan sebagai mediator. Tugas fungsi mereka memberikan pembelajaran agar masyarakat bisa membaca, menulis, dan berhitung. Ada petunjuk teknis mengenai cakupannya yang harus dilaksanakan oleh penyelenggara. Hal itu sebagai langkah pengerjaan program agar bisa terealisasi dengan baik dan tepat sasaran.
Program tersebut berasal dari pemerintah pusat untuk mengurangi jumlah masyarakat buta aksara. Sebab di Indonesia jumlahnya cukup tinggi. Sementara di Bangkalan sebaran penderita buta huruf berada di 18 kecamatan. Oleh karena itu, bagi para penyelenggara program tersebut setidaknya diwanti-wanti agar melaksanakan pekerjaan sesuai petunjuk teknis. Sebab ada pertanggungjawaban yang harus dilaporkan oleh penyelenggara sesuai apa yang mereka ajukan.
Syarat lembaga yang bisa menjadi penyelenggara jelas statusnya. Organisasi yang terdaftar lewat akte notaris juga diperkenankan. Sedikitnya ada 60 penyelenggara yang terlibatdari berbagai unsur meliputi PKPM, Ormas, Fatayat, dan Muslimat. Kemudian pengajuannya diusulkan ke Gubernur, Disdik hanya memfasilitasi pengajuan tersebut.
“Kita sudah memfasilitasi program itu tiap tahun. Dengan adanya program tersebut, harapan besar angka buta haruf terkurangi. Meskipun program untuk tahun ini belum dikerjakan, lantaran MoU antara penyelenggara dan Disdik baru dilakukan kemarin,” terangnya.
Untuk jumlah penderita buta huruf yang paling banyak terdapat di Kecamatan Galis, Konang, dan Kokop. Setiap penyelenggaraan yang dilakukan bagi peserta yang lulus mendapatkan Sukma (Surat Keterangan Melek Aksara) dari Dinas Pendidikan.
Proses pembelajaran yang dilakukan penyelenggara selama 120 jam. Pelaksanaan itu bisa dilakukan dalam seminggu 3 kali. Dalam setiap pelaksanaan selalu dilakukan monitoring, sehingga bisa terihat proses pembelajaran yang telah dilakukan.
“Tidak hanya Disdik yang melakukan monitoring, juga media diharapkan sebagai kontrol terhadap pelaksanaan KF ini. Yang terpenting bagi Disdik, penyelenggara harus mengerjakan sesuai juknis,” harapnya. MOH RIDWAN/RAH